dc.description.abstract | Batas usia perkawinan dalam peraturan perundang-undangan menyatakan bahwa
pria dan wanita dapat melakukan perkawinan apabila sudah berusia 19 tahun yang
kemudian dapat dilakukan penyimpangan dengan melakukan permohonan
dispensasi kawin ke Pengadilan dengan alasan sangat mendesak beserta bukti
yang cukup. Permasalahan dalam penelitian ini adalah penerapan frasa “alasan
sangat mendesak” oleh Hakim Pengadilan Agama pada pemberian dispensasi
kawin dan implikasi hukum terhadap pemberian dispensasi kawin dengan “alasan
sangat mendesak” bagi calon pengantin yang masih di bawah umur. Metode
penelitian ini yaitu hukum normatif didukung dengan wawancara narasumber.
Pendekatan yang digunakan melalui pendekatan perundang-undangan, konseptual,
dan kasus. Hasil penelitian bahwa penerapan frasa “alasan sangat mendesak” oleh
Hakim PA terbagi dua yaitu pada permohonan dengan alasan adanya kehamilan
pada anak dan alasan kekhawatiran orang tua terhadap anaknya yang memiliki
hubungan erat dengan pasangannya. Dalam menerapkan frasa tersebut, Hakim
mengaitkan pada bukti terkait, lingkungan tinggal anak, dan Kaidah Fiqh Islam.
Implikasi hukum yang ditimbulkan yaitu anak yang melakukan perkawinan akan
dianggap sebagai orang dewasa sehingga perbuatan yang dilakukan ditanggung
oleh dirinya sendiri. Implikasi hukum lainnya berkaitan dengan masyarakat luas
dimana terdapat mayoritas masyarakat yang beragama Islam dan masyarakat
hukum adat di Indonesia sehingga terjadi penyimpangan hukum batas usia
perkawinan. Diharapkan penerapan frasa “alasan sangat mendesak” dilakukan
dengan baik oleh Hakim agar dapat menghindari implikasi hukum yang akan
ditimbulkan. | en_US |