dc.description.abstract | Tindak pidana siber menjadi salah satu konsekuensi dari adanya teknologi
informasi, di mana tindak pidana siber dapat dilakukan berbeda daerah antara
tempat pelaku melakukan tindak pidana dan tempat kejadiannya. Hal ini menjadi
permasalahan bagi hakim dalam menentukan kompetensi relative pada tindak
pidana siber yang tempat kejadiannya lebih dari 1 (satu) tempat, dan dalam
penentuan kompetensi relatif tersebut apakah hakim sudah sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku atau belum. Penelitian ini digunakan penelitian
normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual,
dengan bahan hukum primer dan sekunder, yaitu peraturan perundang- undangan,
putusan sela, serta buku ataupun literatur yang telah ada terdahulu. Dengan studi
kepustakaan dan studi dokumen, lalu dianalisi dengan cara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertimbangan hakim terkait keberatan
penasihat hukum tentang kompetensi relatif pada peraka nomor
304/Pid.Sus/2023/PN Smn dan perkara nomor 93/Pid.Sus/2017/PN Smn yang
dapat disimpulkan bahwa hakim menggunakan dasar hukum Pasal 84 ayat (2)
KUHAP terkait wewenang pengadilan mengadili perkara di daerah hukumnya
apabila kediaman sebagian besar saksi berada di daerah hukumnya. Hal ini sesuai
dengan hukum yang berlaku, serta teori pengunggah yang digunakan di Amerika
dan teori akibat. | en_US |