Show simple item record

dc.contributor.authorSari, Defita Permata
dc.date.accessioned2024-05-27T05:30:44Z
dc.date.available2024-05-27T05:30:44Z
dc.date.issued2024
dc.identifier.uridspace.uii.ac.id/123456789/49594
dc.description.abstractPerbedaan pandangan hukum terkait wasiat tanpa akta notaris atau wasiat lisan yang tidak dikenal KUHPerdata, namun dikenal dalam KHI nyatanya menimbulkan sengketa sebagaimana diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Takalar dengan Putusan Nomor 196/Pdt.G/2016/PA. Tkl dan Pengadilan Tinggi Agama Makassar dalam Putusan Nomor 111/Pdt.G/2017/PTA.Mks. Sengketa tersebut berkaitan dengan substansi wasiat tanpa akta notaris atau wasiat lisan, sehingga berakibat hukum pada kekuatan pembuktian yang tidak sempurna dan haruslah melalui proses persidangan untuk mengakhiri sengketa yang terjadi hingga pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Agama Makassar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengetahui pandangan hukum mengenai wasiat tanpa akta notaris menurut KHI dan KUHPerdata dikaitkan dengan Putusan Nomor 196/Pdt.G/2016/PA. Tkl dan Putusan Nomor 111/Pdt.G/2017/PTA.Mks, dan untuk menganalisis dan mengetahui akibat hukum wasiat tanpa akta notaris menurut KHI dan KUHPerdata dikaitkan dengan Putusan Nomor 196/Pdt.G/2016/PA. Tkl dan Putusan Nomor 111/Pdt.G/2017/PTA.Mks. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan konseptual, pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan komparatif. Hasil analisis disajikan secara deskriptif analisis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa wasiat tanpa akta notaris atau wasiat lisan tidak dikenal dalam kaidah peraturan KUHPerdata. Melainkan, wasiat tanpa akta notaris atau wasiat lisan dikenal dalam kaidah KHI. Artinya, hukum memandang bahwa wasiat tanpa akta notaris atau wasiat secara lisan hanya mungkin dilakukan apabila merujuk kepada ketentuan dalam KHI. Wasiat tanpa akta notaris atau wasiat lisan, berisiko dan cenderung menimbulkan sengketa diantara ahli waris sebagaimana dalam Putusan Nomor 196/Pdt.G/2016/PA. Tkl dan Putusan Nomor 111/Pdt.G/2017/PTA.Mks, dan wasiat secara lisan yang di akui dalam KHI tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan tidak adanya kepastian hukum menempatkan wasiat tersebut rawan akan gugatan. Keberadaan pengaturan alat bukti di Indonesia masih menggunakan KUHPerdata. Akibat hukum dari wasiat tanpa akta notaris atau wasiat lisan berkaitan dengan wasiat itu sendiri yang bisa jadi tidak terbukti adanya suatu kehendak terakhir dari orang pemberi wasiat karena tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Demikianlah, yang menjadi kelemahan dari wasiat lisan yang dibenarkan oleh KHI. Putusan Nomor 196/Pdt.G/2016/PA. Tkl dan Putusan Nomor 111/Pdt.G/2017/PTA.Mks menjadi sebuah fakta hukum yang terjadi, bahwa wasiat lisan menjadi rawan gugatan. Bahkan, dalam persidangan harus membuktikan terlebih dahulu mengenai kebenaran adanya wasiat secara lisan, barulah masuk ke dalam substansi perkaranya.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectWasiaten_US
dc.subjectAkta Notarisen_US
dc.subjectLisanen_US
dc.titleStudi Komparatif Wasiat Tanpa Akta Notaris Menurut Kompilasi Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dikaitkan dengan Putusan Nomor 196/pdt.g/2016/pa. Tkl dan Putusan Nomor 111/pdt.g/2017/pta.mksen_US
dc.typeThesisen_US
dc.Identifier.NIM21921006


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record