Studi Komparatif Wasiat Tanpa Akta Notaris Menurut Kompilasi Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dikaitkan dengan Putusan Nomor 196/pdt.g/2016/pa. Tkl dan Putusan Nomor 111/pdt.g/2017/pta.mks
Abstract
Perbedaan pandangan hukum terkait wasiat tanpa akta notaris atau wasiat lisan yang
tidak dikenal KUHPerdata, namun dikenal dalam KHI nyatanya menimbulkan
sengketa sebagaimana diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Takalar
dengan Putusan Nomor 196/Pdt.G/2016/PA. Tkl dan Pengadilan Tinggi Agama
Makassar dalam Putusan Nomor 111/Pdt.G/2017/PTA.Mks. Sengketa tersebut
berkaitan dengan substansi wasiat tanpa akta notaris atau wasiat lisan, sehingga
berakibat hukum pada kekuatan pembuktian yang tidak sempurna dan haruslah
melalui proses persidangan untuk mengakhiri sengketa yang terjadi hingga pada
tingkat banding di Pengadilan Tinggi Agama Makassar. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis dan mengetahui pandangan hukum mengenai wasiat
tanpa akta notaris menurut KHI dan KUHPerdata dikaitkan dengan Putusan Nomor
196/Pdt.G/2016/PA. Tkl dan Putusan Nomor 111/Pdt.G/2017/PTA.Mks, dan untuk
menganalisis dan mengetahui akibat hukum wasiat tanpa akta notaris menurut KHI
dan KUHPerdata dikaitkan dengan Putusan Nomor 196/Pdt.G/2016/PA. Tkl dan
Putusan Nomor 111/Pdt.G/2017/PTA.Mks. Penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif dengan pendekatan konseptual, pendekatan perundang-undangan, dan
pendekatan komparatif. Hasil analisis disajikan secara deskriptif analisis. Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa wasiat tanpa akta notaris atau wasiat lisan tidak
dikenal dalam kaidah peraturan KUHPerdata. Melainkan, wasiat tanpa akta notaris
atau wasiat lisan dikenal dalam kaidah KHI. Artinya, hukum memandang bahwa
wasiat tanpa akta notaris atau wasiat secara lisan hanya mungkin dilakukan apabila
merujuk kepada ketentuan dalam KHI. Wasiat tanpa akta notaris atau wasiat lisan,
berisiko dan cenderung menimbulkan sengketa diantara ahli waris sebagaimana
dalam Putusan Nomor 196/Pdt.G/2016/PA. Tkl dan Putusan Nomor
111/Pdt.G/2017/PTA.Mks, dan wasiat secara lisan yang di akui dalam KHI tidak
mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan tidak adanya kepastian
hukum menempatkan wasiat tersebut rawan akan gugatan. Keberadaan pengaturan
alat bukti di Indonesia masih menggunakan KUHPerdata. Akibat hukum dari wasiat
tanpa akta notaris atau wasiat lisan berkaitan dengan wasiat itu sendiri yang bisa
jadi tidak terbukti adanya suatu kehendak terakhir dari orang pemberi wasiat karena
tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Demikianlah, yang
menjadi kelemahan dari wasiat lisan yang dibenarkan oleh KHI. Putusan Nomor
196/Pdt.G/2016/PA. Tkl dan Putusan Nomor 111/Pdt.G/2017/PTA.Mks menjadi
sebuah fakta hukum yang terjadi, bahwa wasiat lisan menjadi rawan gugatan.
Bahkan, dalam persidangan harus membuktikan terlebih dahulu mengenai
kebenaran adanya wasiat secara lisan, barulah masuk ke dalam substansi
perkaranya.
Collections
- Master of Public Notary [138]