Penafsiran Hakim Pengadilan Agama Mengenai Waris Pengganti Menurut Hukum Waris Islam (Studi Kasus Hukum Putusan Pengadilan Agama Yogyakarta Nomor 211/Pdt.G/2023/PA.YK)
Abstract
Pemikiran tentang sistem kewarisan Islam, khususnya di Indonesia, terutama terkait dengan ahli
waris pengganti, dapat diartikan secara beragam mengingat adanya pluralitas interpretasi hukum
kewarisan di kalangan masyarakat Muslim di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis bagaimana hakim pengadilan agama Yogyakarta menafsirkan konsep waris
pengganti sesuai dengan Pasal 185 dalam menentukan status hukum penggugat sebagai ahli
waris pengganti dalam konteks hukum waris Islam. Pendekatan yang digunakan dalam
penulisan ini adalah pendekatan yuridis empiris, yang melibatkan data normatif dan wawancara
dengan hakim yang memutuskan perkara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hakim
pengadilan agama Yogyakarta lebih memfokuskan penafsiran tentang waris pengganti pada
situasi di mana tidak ada kerabat yang memiliki kedekatan garis lurus atau hubungan darah yang
lebih dekat dengan pewaris, kecuali cucu sebagai ahli waris pengganti dari orangtuanya.
Penafsiran ini didasarkan pada pertimbangan bahwa garis keturunan dan hubungan darah
memiliki signifikansi penting. Hakim mempertimbangkan bahwa cucu, sebagai keturunan
langsung dari orangtua, memiliki hak waris sesuai dengan prinsip-prinsip Kitab Hukum Islam
(KHI). Hakim menganggap bahwa posisi cucu sebagai ahli waris pengganti garis kesamping,
seperti saudara kandung atau seayah, dianggap kurang kuat dibandingkan dengan pewaris.
Penafsiran hakim ini dipengaruhi oleh norma-norma hukum Islam, prinsip keadilan, dan
kesetaraan. Oleh karena itu, penentuan status ahli waris pengganti dalam konteks seperti ini
tidak hanya mempertimbangkan faktor garis keturunan, tetapi juga menghormati prinsip-prinsip
keadilan dalam hukum Islam yang mencakup pemberian hak waris secara adil kepada setiap
individu yang berhak.
Collections
- Law [2335]