dc.description.abstract | Kajian istinbāṭ mengalami evolusi yang masif dari berbagai pemikir
muslim. Diantaranya adalah ‘Alī Jum’ah, seorang ulama tradisional namun tetap
moderat dalam merespon isu kontemporer. Perannya yang strategis dianggap
sebagai representasi wajah Islam masa sekarang yang mampu menjawab
problematika dengan ekstraksi hukum Islam. Tesis ini berupaya menelaah corak
berfikir dari ‘Ali Jum’ah dan kemudian menuangkan gagasan dari An-Namāżij Al-
Arbaʻah min Hady An-Nabī Ṣallá Allāh ʻAlayhi wa-Sallam fī Al-Taʻāyusy Maʻa
Al-Ākhar. Nilai sosial, paradigma dan fikih prioritas merupakan analogi teori
untuk melihat an-Namāżij, yang memposisikannya sebagai penalaran dalam
menimbang hukum. Sosiologi ilmu pengetahuan dan analisa wacana kritis
digunakan sebagai metode pendekatan data, lalu interpretive content analisis
dalam melihat karya an-Namāżij al-Arb’ah. Tesis ini berkesimpulan: Pertama,
nalar pemikiran ‘Alī Jum’ah berangkat atas perbedaan paradigma antara muslim
dan non-muslim. Konstruksi pemikiran tajdīd berupa tawaran perubahan ṣiyag
dan memberi ruang ilmu sosial sebagai mitra uṣūl fikih. Konstruksi teori fatwa
‘Alī Jum’ah beranjak dari tiga unsur yaitu memahami sumber (idrāk al-maṣādir),
memahami realitas dalam teks sumber (idrāk al-maṣādir fī ẓilli idrāk al-wāqi’),
dan kemampuan menghubungkan antara sumber yang mutlak dengan kejadian
yang relatif. Kedua, gagasan dalam karya an-Namāżij adalah fase kenabian
sebagai uswah dalam pemanfaatan istinbāṭ hukum. Perubahan paradigma
menyesuaikan instrument individu atau kelompok dengan empat model fase an-
Nahj an-Nabawī. Argumen memproduksi hukum temporal paradigma kenabian
tersebut adalah teori nasakh yang dimaknai ‘Ali Jum’ah sebagai “penundaan”.
Ketiga, tipologi baru an-Nahj an-Nabawī sebagai paradigma sosial ataupun
Negara yang terjalin dengan model empat fase kenabian sehingga berkehidupan
sesuai tuntunan sunnah berlaku bagi muslim yang bermukim di Negara manapun. | en_US |