Analisis Yuridis Restoratif Justice dalam Sistem Peradilan Jinayat Di Aceh
Abstract
Sistem peradilan jinayat di Aceh menggunakan Qanun No. Tahun 2014 tentang
Hukum Jinayat sebagai hukum materilnya dan Qanun No. 7 Tahun 2013 tentang
Hukum Acara Jinayat sebagai pedoman hukum acaranya. Sekalipun berpedoman
pada hukum materil dan hukum acara tersendiri sebagai bentuk implementasi
hukum syariah di Aceh, namun keberadaan Qanun ini tidak menutup kemungkinan
dibukanya penerapan metode hukum-hukum terbaru, termasuk restorative justice.
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan restorative justice dalam
Qanun 7 Tahun 2013 dan Qanun Nomor 6 Tahun 2014 dan penerapan kasus dari
10 (sepuluh) tindak jarimah yang dapat menerapkan restorative justice. Penelitian
ini berjenis yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statue
approach). Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer berupa
Qanun No. 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat dan Qanun No. 6 Tahun
2014 tentang Hukum Jinayat. Selanjutnya bahan hukum sekunder yang berasal dari
peraturan perundang-undangan, hasil-hasil penelitian, makalah-makalah dalam
seminar, artikel-artikel dan lain sebagainya serta bahan hukum tersier yang terdiri
dari kamus/leksikon, ensiklopedia dan sebagainya. Data yang terkumpul
selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yuridis kualitatif. Hasil penelitian ini
menemukan bahwa dasar pembentukan Qanun Nomor 7 tahun 2013 dan Qanun No
6 tahun 2014 di Provinsi Aceh terdapat di dalam UU No 11 Tahun 2006 Tentang
Pemerintahan Aceh. Qanun No. 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat pada
dasarnya mengakomodir diterapkannya konsep restorative justice. Adapun Qanun
No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat demikian adanya, juga mengakomodir
bagi diterapkannya konsep restorative justice. Adapun dalam penerapannya, masih
belum berjalan dengan efektif. Beberapa kendalanya adalah, mekanisme restitusi
mesti ditempuh melalui permohonan sehingga seringkali korban tidak mengajukan
permohonan karena tak punya pengetahuan akan hak tersebut. Selain itu, belum ada
aturan perundang-undangan yang secara jelas dan rinci mengatur mengenai restitusi
dan kompensasi terutama dalam hal eksekusinya.