dc.description.abstract | Tidak diaturnya ketentuan Hukum Perdata Internasional yang relevan dalam
suatu instrumen hukum khusus menjadikan problematika tersendiri dalam
praktiknya. Problematika yang terjadi adalah pengakuan dan pelaksanaan putusan
pengadilan asing di wilayah hukum negara yang berbeda tentang kewenangan
pengadilan dan penggunaan hukum yang berlaku untuk suatu perkara, jika dalam
suatu kontrak perdata international mengandung pilihan forum dan hukum. Salah
satu sengketa yang erat kaitannya dengan kontrak perdata internasional adalah
perkara Kepailitan dan PKPU. Syarat dalam pengajuan permohonan pernyataan
pailit dan PKPU, adalah utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dan
kedua syarat tersebut harus dapat dibuktikan secara sederhana bahwa kedua
syarat tersebut dapat terpenuhi. Tidak adanya batasan yang jelas terkait dengan
pembuktian sederhana seringkali menimbulkan disparitas penafsiran hakim yang
memengaruhi pertimbangan serta putusan Hakim yang berpengaruh terhadap
putusuan Hakim. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif,
dengan menggunakan bahan hukum Primer, dan sekunder. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Pengadilan Niaga memiliki kewenangan khusus berupa
yurisdiksi substansif eksklusif terhadap penyelesaian perkara kepailitan, yang
mengesampingkan prinsip pacta sunt servanda. Tidak adanya batasan pembuktian
sederhana menyebabkan inkonsistensi penafsiran dan disparitas putusan terhadap
pembuktian sederhana dalam perkara permohonan pernyataan pailit diantara para
hakim. Berdasarkan Pasal 436 Rv, bahwa putusan yang diterbitkan oleh badan
peradilan luar negeri tidak dapat serta merta dilaksanakan di Indonesia, tetapi
terdapat prosedur dan ketentuan yang berlaku. | en_US |