dc.description.abstract | Pengaturan risalah akta relaas RUPS PT Tertutup secara telekonferensi dalam
Undang-Undang Perseroan Terbatas masih belum diatur secara jelas dan tegas,
sehingga menimbulkan ketidakpastian. Fokus kajian penelitian ini adalah Pertama,
mengkaji pengaturan risalah RUPS apakah sudah sesuai dengan UU PT dan Kedua,
memahami penandatanganan pemegang saham pada risalah RUPS. Penelitian ini
merupakan penelitian hukum normatif, analisis data dilakukan secara deskriptif
kualitatif. Data yang digunakan adalah data sekunder, yang meliputi bahan hukum
primer, sekunder, dan tersier. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah
perundang-undangan dan konseptual. Teknik pengumpulan bahan hukum yaitu
dengan studi kepustakaan dengan mengumpulkan dan mengkualifikasi bahan-
bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menunjukan bahwa
Pertama, pengaturan terkait risalah RUPS elektronik PT Tertutup yang ada dalam
UU PT sudah bersesuaian tapi masih perlu dilakukan penegasan bahwa RUPS PT
tertutup secara elektronik yang dibuat dengan akta relaas tidak perlu ditandatangani
oleh pemegang saham, sehingga diperlukan analisis terhadap suatu teori untuk
menemukan jawabannya. Kedua, agar risalah RUPS Telekonferensi tidak perlu
ditandatangani semua pemegang saham, seyogyanya dinyatakan di hadapan Notaris
dengan bentuk PKR (Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham).
Saran yang dapat disampaikan adalah Pertama, seharusnya pemerintah membuat
regulasi yang berkepastian hukum supaya tidak terjadi multitafsir hukum dalam
prakteknya. Kedua, bagi notaris diperlukan suatu tindakan untuk melindungi posisi
dirinya yaitu menerapkan prinsip kehati-hatian dengan cara memberlakukan
penandatanganan pada seluruh pemegang saham di risalah RUPS secara elektronik. | en_US |