Show simple item record

dc.contributor.authorSaptorini, Hastuti
dc.date.accessioned2024-01-24T04:18:04Z
dc.date.available2024-01-24T04:18:04Z
dc.date.issued2023-07-25
dc.identifier.issn2964-8483
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/46959
dc.description.abstractKeterbengkalaian lahan, belum termanfaatkannya ruang secara maksimal, gagalnya lahan/ruang untuk aktivitas, juga terhadap bangunan serta kawasan, masih menggejala di Indonesia. Ironinya, keterbatasan lahan di lingkungan tempat tinggal juga masih terjadi khususnya di kawasan perkotaan, sehingga mengakibatkan tingginya harga lahan yang berujung kepada menciutnya luas lahan untuk satuan unit rumah tinggal demi mengejar keterjangkauan harga kepemilikan rumah. Kondisi tersebut memicu munculnya peristiwa placemaking. Terkilah oleh tidak terpakainya ruang di area padat, secara spontan individual maupun komunitas memanfaatkan lahan/ruang “terbengkalai” tersebut untuk melakukan aktivitas sebagai pengisi keseimbangan berkehidupan. Secara “blessing in disguisse” lahan/ruang terbengkalai yang tadinya pasif dan mati, justru menjadi hidup dan terbangun aktivitas yang bermanfaat. Ruang pun lebih bermakna dan bernilai, baik secara sosial, ekonomi, budaya, edukatif, bahkan ekologis. Pengalaman positif ini banyak diidentifikasi, ditemukan, dielaborasi, dan dipublikasikan oleh para Peneliti placemaking. Temuan kajian dapat dijadikan dasar pertimbangan para Pemangku/Penentu kebijakan yang berkepentingan dan berwewenang untuk menindaklanjutinya sebagai aksi dalam bentuk penataan pembangunan. Melalui sejumlah pengalaman penelitian dan kajian tentang placemaking yang telah Penulis lakukan, paper ini diformulasikan dengan metode diskriptif analitis. Hasil kajian menemukan 4 poin utama. Pertama adalah bahwa placemaking tumbuh atas motivasi pendorong (kebutuhan manusia) dan penarik (kondisi setting/ruang). Kedua, ruang yang terbangun sebagai placemaking memberikan hasil yang maknawi baik secara psikologis, ekonomis, ekologis, dan edukatif. Ketiga, bahwa makna yang terkandung menghasilkan nilai manfaat secara faktual dan alamiah. Hal ini membutuhkan komitmen yang bijaksana bagi stakeholders khususnya para Pemangku Kebijakan. Keempat, dalih “pembangunan” sebagai aksi tindak lanjut fenomena placemaking diharapkan menjadi konsideran yang mengutamakan “people” sebagai aktor sasaran, agar nafas “kehidupan” yang telah dibangun masyarakat tetap berkelanjutan dengan asas berkeadilan. Dengan demikian, semangat dari sosial, untuk sosial, dan oleh sosial tetap bergaung, melekat, dan menggairahkan dalam kehidupan berplacemaking.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.relation.ispartofseriesSAKAPARI 11;Vol 6, No. 1, Juli 2023
dc.subjectPlacemakingen_US
dc.subjectfaktaen_US
dc.subjectmaknaen_US
dc.subjectaksien_US
dc.subjectsustainableen_US
dc.titlePLACEMAKING: Antara FAKTA, MAKNA, dan AKSIen_US
dc.typeArticleen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record