dc.description.abstract | Pemberian pinjaman online melalui aplikasi wajib menerapkan prinsip kehati-hatian
terutama collateral sehingga dapat memperkecil risiko yang terjadi di kemudian hari.
Realitanya, kredit melalui fintech tidak perlu menerapkan prinsip kehati-hatian secara
sepenuhnya baik di Indonesia maupun di berbagai negara. Hal tersebut disebabkan fintech
belum memiliki pengaturan yang tegas terkait standar minimal penerapan prinsip kehati-
hatian. Hal ini tentu saja merugikan pihak kreditor. Penulisan ini membahas dan
menganalisis kemungkinan dari pengaturan aspek collateral dalam Penyelenggaraan
LPBBTI dan implikasi hukum dari pengaturan aspek collateral dalam Penyelenggaraan
LPBBTI terhadap perlindungan pemberi dana. Metode penelitian yang digunakan dalam
penulisan ini adalah yuridis normatif dengan objek penelitian Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 10 /POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis
Teknologi Informasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemungkinan pengaturan
aspek collateral dalam penyelenggaraan LPBBTI dapat dilakukan oleh OJK meskipun
membutuhkan waktu yang lama. Lamanya waktu yang dibutuhkan OJK untuk membuat
sebuah peraturan tentu saja dapat memperburuk kondisi Peer to Peer Lending, dimana
jumlah kredit bermasalah tentu juga akan semakin meningkat. Apalagi pada Peer to Peer
Lending yang dikhususkan untuk modal usaha memiliki nilai yang sangat besar. Langkah
satu-satunya yang digunakan oleh fintech adalah dengan mensyaratkan bunga yang tinggi
pada pinjaman yang dilakukan oleh debitor. Tingginya bunga pinjaman tentu saja juga akan
menyulitkan para UMKM dalam membayarkan kewajibannya yang pada akhirnya akan
menimbulkan kredit bermasalah juga. Implikasi pengaturan aspek collateral dalam
penyelenggaraan LPBBTI Terhadap Perlindungan Pemberi Dana adalah dapat mengurangi
kredit bermasalah (NPL), dapat meningkatkan eksistensi fintech dan UMKM semakin
berkembang karena tidak ada hambatan modal dan masyarakat semakin sejahtera. | en_US |