Urgensi Perluasan Kewenangan Hakim Untuk Memberikan Perintah Penetapan Tersangka Melalui Praperadilan
Abstract
Penetapan tersangka merupakan tindakan hukum yang dilakukan oleh penyidik terhadap seseorang setelah mendapatkan bukti permulaan yang cukup yakni terdapat minimal 2 alat bukti yang sah. Melalui perspektif hak asasi manusia, untuk mencegah potensi akan kesewenangan tindakan hukum pada tahap penyidikan maka pengadilan negeri memberikan perpanjangan tangan berupa kewenangan untuk menguji sah atau tidaknya tindakan hukum melalui praperadilan sebagaimana yang disebutkan pada pasal 1 angka 10 KUHAP. Studi ini bertujuan untuk mengkaji urgensi perluasan kewenangan hakim praperadilan untuk memerintahkan penetapan tersangka kepada aparat penegak hukum dengan mengkaji pertimbangan hukum pada putusan praperadilan nomor 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel serta melalui landasan filosofis, yuridis dan sosiologis berdasarkan sistem peradilan pidana di Indonesia. Penelitian dikaji menggunakan metode normatif yang dianalisis melalui pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan pertama, pada pertimbangannya hakim telah melampaui kewenangannya karena putusan tersebut telah memasuki pokok perkara. Kedua, berdasarkan landasan filosofis, sosiologis dan yuridis memperluas kewenangan hakim praperadilan untuk memerintahkan penetapan tersangka merupakan tindakan yang kurang tepat. Secara filosofis praperadilan hanya dapat memeriksa secara formil mengenai tindakan penyidik saja. Secara sosiologis hukum terkait telah memenuhi apa yang dibutuhkan oleh masyarakat saat ini. Secara yuridis perintah penetapan tersangka telah melampaui kewenangan hakim praperadilan.
Collections
- Law [2357]