Analisis Putusan Pengadilan Agama Wonosari Tentang Pembebanan Nafkah Muṭ’ah Dan ‘Iddah Bagi Istri Yang Nusyūz Dalam Perkara Cerai Talak (Studi Putusan Perkara Nomor 1193/Pdt.G/2021/Pa.Wno)
Abstract
Dalam ketentuan KHI Pasal 149 menyatakan bahwa jika terjadi perceraian talak maka
seorang suami wajib memberikan nafkah muṭ’ah, maskan dan kiswah bagi mantan istrinya.
Terdapat pengecualian dalam hal tersebut yaitu bagi istri yang nusyūz ia tidak berhak atas
nafkah‘iddah. Akan tetapi, Majelis Hakim Pengadilan Agama Wonosari dalam putusannya
tetap membebani kepada suami untuk membayar nafkah ‘iddah bagi istrinya yang nusyūz.
Penelitian ini membahas terkait pertimbangan yang digunakan Majelis Hakim dalam
pembebanan nafkah muṭ’ah dan ‘iddah bagi istri nusyūz kemudian menganalisis putusan
tersebut dengan perspektif KHI dan pendapat Ulama Empat Mazhab. Penelitian bersifat
kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif, sumber data primer yaitu kepustakaan. Hasil
penelitian terkait pertimbangan nafkah muṭ’ah adalah KHI Pasal 149 huruf (a) dan Pasal
158 huruf (b), dari kedua pasal tersebut tidak tertulis larangan nafkah muṭ’ah bagi istri
nusyūz. Sementara dalam pertimbangan terkait nafkah ‘iddah bagi istri nusyūz adalah, asas
prioritas yang mengutamakan keadilan dan kemanfaatan daripada kepastian hukum.
Majelis Hakim berpendapat bahwa perkara nusyūz yang dilakukan istri sebelum cerai tidak
ada kaitannya dengan masa ‘iddah yang akan dijalani setelah bercerai, serta meninjau
bahwa tujuan dari ‘iddah yaitu istibra’ dan memberi kesempatan pada suami untuk rujuk
kepada istri. Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut, putusan Majelis Hakim terkait
pembebanan nafkah ‘iddah bagi istri nusyūz adalah putusan yang tepat berdasarkan KHI,
tetapi tidak dengan pendapat Ulama empat mazhab karena bertentangan dengan konsep
nusyūz dan ‘iddah yang dikemukakan oleh keempat Ulama mazhab.
Collections
- Islamic Law [646]