Show simple item record

dc.contributor.authorAntariksa, Antariksa
dc.date.accessioned2023-05-02T07:17:32Z
dc.date.available2023-05-02T07:17:32Z
dc.date.issued2021-02-20
dc.identifier.isbn978-602-450-625-4
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/43632
dc.description.abstractPelestarian dalam arsitektur bangunan merupakan salah satu daya tarik bagi sebuah kawasan. Dengan terpeliharanya satu bangunan bersejarah pada suatu kawasan akan memberikan ikatan kesinambungan yang erat, antara masa kini dan masa lalu. Seorang ahli hukum dari Universitas Kopenhagen, Denmark, JJA Worsaae pada abad ke-19 mengatakan, ”bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak hanya melihat masa kini dan masa mendatang, tetapi mau berpaling ke masa lampau untuk menyimak perjalanan yang dilaluinya. Hal senada juga pernah diungkapkan oleh filosuf Aguste Comte dengan ”Savoir Pour Prevoir”, yang diartikan sebagai mempelajari masa lalu, melihat masa kini, untuk menentukan masa depan. Melihat hal tersebut, maka masa lalu yang diungkapkan dengan keberadaan fisik dari bangunan bersejarah akan ikut menentukan dan memberikan identitas yang khas bagi suatu kawasan perkotaan di masa mendatang. Kawasan bersejarah yang memiliki karakter unik, seperti terdapatnya bangunanbangunan bersejarah yang perlu pemahaman historis dan arsitekturnya. Hal ini dimaksudkan agar makna kultural yang berupa nilai keindahan, sejarah, keilmuan, atau nilai sosial untuk generasi lampau, masa kini, dan masa mendatang akan dapat terpelihara. Bagaimana hasil dari penilaian makna kultural tadi dapat ditentukan untuk strategi pelestarian warisan arsitektur bangunan tersebut. Hal ini dikarenakan bangunganbangunan tersebut merupakan peradaban hasil karya budaya manusia. Jadi dapat disimpulkan bahwa, tanpa usaha pelestarian yang layak sebuah kota akan kehilangan sejarahnya yang seharusnya menghubungkan kita dengan masa lalu, juga akan kehilangan identitasnya. Dengan hilangnya bangunan kuno tersebut, lenyap pulalah bagian sejarah dari suatu tempat yang sebenarnya telah menciptakan suatu identitas tersendiri, sehingga menimbulkan erosi identitas budaya (Sidharta & Budhiardjo 1989). Dengan demikian, tujuan konservasi tidak semata untuk meningkatkan mutu kawasan cagar budaya kota secara fisik saja, tetapi juga untuk menjaga stabilitas perkembangan kawasan atau bangunan itu sendiri.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.relation.ispartofseriesSakapari 7;
dc.relation.ispartofseriesSakapari 7;
dc.titleMenentukan Heritage [Warisan-Pusaka] Arsitektur Bangunan Bersejarah dalam Pelestarianen_US
dc.typeArticleen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record