dc.description.abstract | Kejatuhan ekonomi Indonesia pada tahun 1998 dipercaya bukan hanya
disebabkan oleh krisis Thailand namun juga disebabkan oleh lemahnya kondisi
fundamental ekonomi pada saat itu dengan sistem sentralistiknya. Oleh karena itu,
pada tahun 2001 Indonesia mengubah sistem ekonomi serta pemerintahannya menjadi
bersifat desentralisasi. Namun, terjadi banyak perdebatan tentang desentralisasi.
Sebagian ekonom percaya bahwa desentralisasi fiskal dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi, memperbaiki pemerataan, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik serta
kesejahteraan masyarakat. Sebagian lain meyakini bahwa desentralisasi mungkin dapat
meningkatkan akuntabilitas dan efisiensi, meski prosesnya cenderung menyulitkan
manajemen makroekonomi, memperlambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan
ketidakmerataan dan ketimpangan, serta memperburuk pelayanan publik dan
kesejahteraan masyarakat.Selain desentralisasi fiskal terdapat terdapat faktor lain yang
dapat mempengaruhi kondisi perekonomian di Indonesia yaitu tenaga kerja dan inflasi.
Meningkatnya tenaga kerja berarti akan meningkatkan output per kapita atau biasa
disebut dengan produktivitas tenaga kerja. Peningkatan produktivitas inilah yang
menjadi kontribusi utama bagi pertumbuhan ekonomi. Sedangkan inflasi dapat
memberikan dampak positif maupun negatif terhadap kondisi perekonomian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh desentralisasi fiskal, tenaga kerja,
dan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi fiskal
menggunakan ukuran dari sisi penerimaan APBD yaitu dana perimbangan. Data yang
digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari publikasi Badan Pusat
Statistik (BPS). Metode yang digunakan metode regresi data panel. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dana alokasi umum berpengaruh positif dan signifikan, dana
alokasi khusus berpengaruh negatif dan signifikan. Sedangkan dana bagi hasil, tenaga
kerja dan inflasi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. | en_US |