dc.description.abstract | Penelitian ini membahas masalah jaminan fidusia yang dalam praktiknya selalu
terjadi masalah antara kreditor dan debitor. Dalam praktik seringkali ditemukan
adanya perlakuan tidak manusiawi “bahkan” oleh kreditor kepada debitor.
Selanjutnya Mahkamah Konstitusi telah menegaskan kembali dalam Putusan nya
Nomor 2/PUU-XIX/2021 bahwa kreditor harus mengajukan permohonan
pelaksanaan eksekusi kepada Pengadilan Negeri apabila debitor atau salah satu
pihak keberatan dengan proses penyitaan jaminan fidusia. Pasca Putusan MK ini
keluar masih banyak permasalahan penarikan paksa objek fidusia yang terjadi di di
tengah masyarakat. Rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah
Bagaimana mekanisme penarikan objek jaminan fidusia pasca putusan MK Nomor
2/PUU-XIX/2021? Dan Bagaimana perlindungan hukum bagi debitor atas
penarikan objek jaminan fidusia pasca putusan MK Nomor 2/PUU-XIX/2021?.
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat normatif, pendekatan yang dilakukan
meliputi perundang-undangan dan konseptual. Jenis data yang digunakan adalah
data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tersier. Data yang terkumpul kemudian dianalisa melalui analisa
deskriptif kualitatif. Hasil dari analisa tersebut bahwa mekanisme penarikan objek
jaminan fidusia pasca putusan MK Nomor 2/PUU-XIX/2021 dapat dilakukan
secara parate executie terhadap objek jaminan fidusia baik dilakukan sendiri oleh
debitor atau dilakukan oleh kreditor dengan syarat pihak debitor mengakui cidera
janji atau wanprestasi serta menyerahkan objek jaminan fidusia secara sukarela,
apabila tidak terpenuhi syarat tersebut maka kreditor harus melakukan permohonan
eksekusi ke pengadilan dan perlindungan hukum bagi debitor atas penarikan objek
jaminan fidusia pasca putusan MK Nomor 2/PUU-XIX/2021 telah diatur secara
preventif maupun represif. | en_US |