Implementasi Kafā’ah Dalam Perkawinan Masyarakat Sādah (Studi Kasus Di Kampung Gurawan, Pasar Kliwon, Surakarta)
Abstract
Islam mengatur hubungan laki-laki dengan perempuan melalui satu-satunya jalan
yang dihalalkan oleh syariat yaitu pernikahan. Salah satu unsur lazim sebagai
Syarat pernikahan adalah kafā'ah. Ukuran kafā'ah meliputi agama, harta, Status
Sosial, Profesi dan Nasab. Tolak ukur Nasab begitu menjadi penting dalam
pernikahan masyarakat Sādah, perempuannya disebut syarifah laki-lakinya
disebut Sayyid . kafā'ah bagi seorang syarifah yang dipersunting oleh orang yang
bukan Sayyid maka tidak diperbolehkan pernikahan tersebut, walaupun wanita
dan walinya merestui, dikarenakan nasab yang mulia tidak bisa diraih dan
disamakan. jika melihat sejarah kāfa‟ah menimbulkan beberapa pertanyaan,
dimana Fathimah binti Husain bin Ali cucu kandung dari Ali bin Abi Thalib
menikah dengan Abdullah bin Amr bin Utsman bin Affan dan pernikahan Ummu
Kultsum binti Ali menikah dengan Umar bin Al-Khatthab. Ulama empat
madzhab mempunyai fatwa yang berbeda kecuali Imam Malik, karena yang tidak
mengakaui kafā‟ah nasab. Masyarakat Sādah Ba'alawi pasar kliwon
mengimplementasikan kāfa‟ah nasab dengan mengikuti fatwa leluhurnya yaitu
tidak boleh menikahkan anak perempuannya dengan orang yang bukan Sayyid.
Fatwa larangan tersebut demi menjaga keabadian nasab mulia tersebut.
Keberlangsungan kafā‟ah hanya berlaku untuk pihak lelaki, karena pihak lelaki
boleh menikah dengan siapa saja yang dikehendakinya, baik budak perempuan
maupun pelayan. karena berlaku di setiap zaman dan tempat jika lelaki menikah
dengan perempuan yang lebih rendah, orang-orang tidak akan mencelanya.
Collections
- Islamic Law [646]