Batas Penggunaan Kadar Alkohol Pada Kosmetik Dan Obat-Obatan (Analisis Terhadap Fatwa Mui Nomor: 40 Tahun 2018 Perspektif Maqasid Syariah)
Abstract
Alkohol sering dipandang sebagai hal negatif karena unsurnya yang
memabukkan dan berbahaya sehingga ketetapan hukum syar’i nya ialah haram.
Disamping efek negatif yang ditimbulkan, alkohol juga memiliki manfaat bagi
kehidupan manusia salah satunya dibidang kosmetik dan obat-obatan. Sehingga
tidak sedikit produk kosmetik dan obat-obatan yang mengandung alkohol saat ini
telah dilabelisasi halal oleh pihak MUI untuk mengatasi keraguan masyarakat
muslim dalam penggunaanya. Sayangnya, belum semua masyarakat memahami
konsep halal penggunaan alkohol yang dimaksud pihak MUI sehingga masih
banyak yang menolak untuk menggunakan obat-obatan atau kosmetika yang
mengandung alkohol meskipun sudah memiliki label halal. Tujuan dari penelitian
ini tak lain untuk menjelaskan sekaligus menganalisis standarisasi batas
penggunaan kadar alkohol yang ditetapkan oleh pihak MUI dengan menggunakan
perspektif maqa>s}id syari>’ah Jasser Auda. Penelitian ini termasuk penelitian
pustaka atau deskriptif-kualitatif. Hasil penelitian yang dihasilkan ialah: Pertama,
batas kadar penggunaan alkohol yang ditetapkan oleh pihak MUI maksimal 0,5%
dengan ketentuan penggunaan dalam yang dikonsumsi seperti obat cair maksimal
0,5% dan sangat disarankan untuk penggunaan dibawah batas maksimal karena
sifatnya yang langsung dicerna oleh organ dalam, sedangkan untuk penggunaan
luar seperti kosmetik, obat salep penggunaan alkohol bisa diatas 0,5% karena
penggunaan tidak dikonsumsi secara langsung. Kedua, jika ditinjau penggunaan
alkohol dari segi maqa>s}id syari>’ah Jasser Auda yang merupakan hasil pemetaan
ulang dari konsep maqa>s}id syari>’ah klasik yang berbasis dharuriya
>t al-khamsah
kini implementasinya sudah sesuai dengan konsep Jasser Auda yang konsep
maqa>s}id miliknya lebih kearah human development dan HAM kecuali hifz{ al-
ma>l yang belum bisa ditemukan implementasinya.