Pola Relasi Perkawinan Heteroseksual Berorientasi Biseksual Dalam Institusi Keluarga Perspektif Hukum Islam Dan Hak Asasi Manusia (Studi Kasus Di Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau)
Abstract
Keluarga merupakan institusi terpenting dalam menciptakan relasi antara pasangan
suami-istri terkait dengan pembagian peran dan juga keberfungsian hak dan kewajiban masingmasing.
Namun dalam kasus tertentu, pengaruh budaya barat modern yang membawa paham
kebebasan dan kesetaraan telah menyebabkan perubahan fungsi keluarga pada hubungan yang
tidak lazim, yakni tidak hanya antara laki-laki dan perempuan (heteroseksual), tetapi sekaligus
juga hubungan antar sesama laki-laki dan juga antar perempuan (homoseksual). Oleh karenanya,
penelitian ini dimaksudkan untuk mencoba mengetahui pola relasi pasangan heteroseksual yang
salah satunya mengalami orientasi biseksual. Selain itu, penelitian ini juga mencoba
menganalisis hubungan tersebut dalam pandangan hukum Islam dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dengan mengambil studi kasus di Kota Tanjung Pinang Kepulauan Riau, penelitian ini
menggunakan pendekatan diskriptif kualitatif, di mana data diperoleh melalui wawancara secara
mendalam dan observasi selama beberapa bulan tepatnya pada bulan Februari sampai Juli tahun
2021. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pola relasi antara pasangan heteroseksual
dengan salah satunya beorientasi biseksual baik kaitannya dalam masalah pembagian peran
maupun hak dan kewajiban masing-masing pasangan dalam institusi keluarga umumnya tidak
bisa berfungsi dengan baik. Hal ini dipengaruhi oleh konflik di antara pasangan yang biasanya
diawali dari sikap ketidakjujuran dan ketertutupan pada salah satu pasangan yang berorientasi
biseksual di mana ia kerap menutupi dengan berbagai cara kepada pasangan lawan jenisnya yang
sah berupa penyimpangan orientasi seksual yang dilakukan sejak keduanya melakukan
pernikahan secara sah. Sementara pernikahan yang ia lakukan dengan pasangan lawan jenisnya
hanya sebagai modus dirinya agar dipandang sebagai orang normal pada umumnya. Dampaknya
tentu saja adalah hubungan yang tidak harmonis dari pasangan tersebut hingga ada yang
berujung pada perceraian keduanya.
Meskipun menurut pandangan hukum Islam bahwa perkawinan heteroseksual yang
dilakukan dengan memenuhi rukun dan syarat-syaratnya bisa dikatakan sah secara agama, tetapi
upaya perkawinan dengan lawan jenis yang dilakukan hanya sebagai modus untuk menutupi
bahwa dirinya mempunyai orientasi seksual yang menyimpang dengan sesama jenis merupakan
bentuk main-main terhadap pernikahan dan akad nikah itu sendiri sebagai ikatan dan prosesi
sakral. Terlebih biseksual dalam pandangan hukum Islam sangat dilarang keras karena
menyalahi kodrat manusia dan bertentangan dengan maqasid syariah dalam hal memelihara
akal, jiwa, keturunan, kehormatan dan agama. Sementara dalam pandangan HAM, perkawinan
heteroseksual merupakan sesuatu yang sah-sah saja karena HAM sendiri yang bersifat universal
selalu tidak lepas dari nilai agama dan budaya yang berkembang di dalam masyarakat. Namun demikian, pada kasus pasangan heteroseksual dengan salah satunya berorientasai biseksual,
HAM hanya berperan memberikan perlindungan kepada pelaku biseksual tersebut dari upaya
diskriminasi, kekerasan, bulliying, dan pelanggaran-pelanggaran HAM lainnya yang disertai
upaya penyembuhan dan edukasi melalui seperangkatan peraturan dan kebijakan pemerintah
agar bisa kembali dan sesuai dengan norma agama, etika, dan budaya yang berlaku di
masyarakat.
Collections
- Islamic Law [646]