dc.description.abstract | Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan secara eksplist subjeknya adalah Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara. Namun, dalam penerapan putusan No : 45/PID.Sus-TPK/2017/PN.Bgl Hakim menghukum Lily Martiani dengan Pasal 12 huruf a tersebut. Padahal Lily Martiani sendiri tidak berstatus sebagai Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara. Hal ini yang menjadi permasalahan utama dalam penelitian ini. Penelitian ini menyimpulkan bahwa hakim dalam menafsirkan hukum menggunakan penafsiran sistematis, karena dalam menerapkan Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini menggunakan Pasal 11 UU KPK sebagai landasannya. Akan tetapi, menurut Penulis hakim keliru dalam menerapkan Pasal 11 UU KPK sebagai landasannya, karena dalam Pasal 11 UU KPK kedudukan antara “orang lain” yang ada kaitannya dengan Aparat Penegak Hukum atau Penyelenggara Negara yang melakukan korupsi berbeda, yang menjadi tokoh utama ialah Aparat penagak hukum atau Penyelenggara Negara. Sedangkan dalam kasus ini, orang yang menjadi tokoh utama adalah Lily Martiani Maddari yang tidak berstatus sebagai Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara. Lebih jauh lagi, menurut penulis kasus korupsi pembangunan proyek ini bukanlah kasus korupsi suap biasa, karena masuk dalam kualifikasi korupsi Perdagangan Pengaruh. Hal ini karena Lily Martiani Maddari dalam melaksanakan tugasnya menggunakan pengaruhnya sebagai Istri Seorang Gubernur. | en_US |