dc.description.abstract | Fungsi wakaf dalam mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis benda wakaf
adalah untuk kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umum. Harta yang
diwakafkan perlu dikembangkan pemanfaatannya berdasarkan prinsip syariah, namun
nyatanya, masih ditemukan permasalahan harta benda yang telah diwakafkan tidak sesuai
dengan fungsinya. Benda wakaf diminta atau diambil kembali oleh wakif atau ahli waris
wakif, atau sebaliknya benda yang telah diwakafkan dikuasai secara turun temurun oleh
nazhir yang penggunaannya menyimpang dari akad wakaf, tidak bertanggung jawab atas
kewajibannya memelihara harta benda wakaf, menelantar-kan atau mengalih-kan kepada
pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Penelitian ini akan menelusuri dan mengkaji proses penyelesaian sengketa harta benda wakaf. Apakah proses penyelesaian secara musyawarah lebih baik daripada
berproses melalui pengadilan. Karena persoalan wakaf telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Undang-undang tersebut mengatur cara mewakafkan harat benda, mengembangkan harta wakaf dan cara menyelesaikan sengketa perwakafan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Sengketa wakaf sebaiknya terlebih dahulu diselesaikan secara musyawarah untuk
mencapai mufakat. Dasar hukum penyelesaian secara musyawarah diatur dalam Pasal 62
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, tetapi proses secara rinci tidak
diatur sehingga hampir disamakan dengan proses mediasi sehingga pihak-pihak yang
bersengketa lebih memilih melalui peradilan, padahal proses penyelesaian secara
musyawarah sangat baik. | en_US |