Perlindungan Hukum Bagi Penyandang Disabilitas Dalam Pembuatan Akta Di Hadapan Notaris
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum bagi penyandang
disabilitas dalam pembuatan akta di hadapan notaris dan menganalisis upayaupaya
yang dapat dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum bagi
penyandang disabilitas dalam pembuatan akta di hadapan notaris. Permasalahan
hukum yang akan dikaji adalah bagaimana perlindungan hukum bagi penyandang
disabilitas dalam pembuatan akta di hadapan notaris dan upaya-upaya apa yang
dapat dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum bagi penyandang
disabilitas dalam pembuatan akta di hadapan notaris. Penelitian ini adalah
penelitian hukum normatif, karena penelitian ini mengkaji hukum sebagai norma
yang terkait dengan perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas dalam
pembuatan akta di hadapan notaris. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas dalam pembuatan akta di
hadapan notaris secara normatif belum ada aturan yang mengatur secara tegas dan
memadai. Hanya saja dalam UUJN terdapat sedikit perlindungan hukum bagi tuna
netra (Pasal 43 ayat (3) UUJN-P) yang mana dapat menerjemahkan ke dalam
huruf braille akan tetapi sifatnya hanya terjemahan saja bukan akta notaris, karena
akta notaris wajib dibuat dalam bahasa Indonesia (Pasal 43 ayat (1) UUJN-P) dan
UU Nomor 24 Tahun 2009 mewajibkan pula bahasa Indonesia digunakan untuk
nota kesepahaman atau perjanjian. Perlindungan hukum secara empiris yang
diberikan oleh notaris berupa yang pertama dengan pengampuan, pengampuan
harus dilakukan dengan penetapan pengadilan negeri (Pasal 436 KUHPerdata)
dan kedua pendampingan dalam hal ini pendamping harus berkompetensi untuk
mendampingi. Kemudian, upaya-upaya untuk memberikan perlindungan hukum
bagi penyandang disabilitas dalam pembuatan akta di hadapan notaris diberikan
baik oleh notaris, pemerintah dan penghadap sendiri. Perlindungan yang diberikan
oleh notaris berupa pengampuan dan pendampingan. Perlindungan yang diberikan
secara tidak langsung oleh pemerintah melalui pengampuan meskipun dalam
undang-undang tidak dinyatakan bahwa tuna netra termasuk dalam pengampuan,
akan tetapi untuk memberikan perlindungan dapat dilakukan dengan permohonan
pengampuan. Perlindungan yang dilakukan oleh penghadap sendiri adalah
sebelum melakukan pembuatan akta di hadapan notaris berkonsultasi terlebih
dahulu dengan notaris tersebut. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan saran dari
notaris mengenai bagaimana seharusnya penghadap tersebut dalam melakukan
perbuatan hukum agar dapat melindungi baik penghadap maupun notaris.
Collections
- Master of Public Notary [114]