Nalar Burhānī Dalam Ijtihād Maqāṣidī Serta Implikasinya Dalam Penetapan Hukum
Abstract
NALAR BURHĀNĪ DALAM IJTIHĀD MAQĀṢIDĪ
SERTA IMPLIKASINYA DALAM PENETAPAN HUKUM
Samiyah
Dewasa ini, maqāṣid asy-syarī`ah merupakan salah satu faktor penting yang menjadi pertimbangan mujtahid dalam menentukan hukum. Tujuannya adalah agar upaya ijtihad yang dilakukan dapat menghasilkan hukum yang progresif dan sesuai dengan konteks yang terjadi di masyarakat modern. Dalam epistemologi Islam, setidaknya dikenal tiga nalar berpikir untuk mendapatkan pengetahuan, yaitu: 1) nalar bayānī yang mengedepankan kajian kebahasaan/linguistik, 2) nalar ‘irfānī yang mengedepankan aspek spiritualitas, dan 3) nalar burhānī yang mengedepankan rasionalitas. Tentu saja setiap nalar berpikir tersebut memiliki implikasi dan akibat yang berbeda dalam perumusan hukum yang dihasilkan. Islam sangat menjunjung tinggi akal. Tak jarang, hal ini sering dijadikan pembenaran oleh kelompok yang begitu menuhankan akal untuk berlebihan dalam menggunakan akal. Oleh karenanya, tulisan ini berfokus pada pembahasan tentang ijtihād maqāṣidī dengan menggunakan nalar burhānī serta bagaimana implikasinya dalam menetapkan hukum.
Ternyata, pengetahuan hakiki tidak dapat disandarkan pada rasionalitas semata sehingga ijtihād maqāṣidī dengan penggunaan akal secara membabi buta tidak dapat dibenarkan walaupun atas dasar mewujudkan kemaslahatan. Apalagi, maqāṣid asy-syarī’ah mengandung nilai-nilai etis yang harus dipertimbangkan. Dengan adanya unsur-unsur etis itulah, maqāṣid asy-syarī`ah tidak dapat disingkap dengan pertimbangan rasionalitas an sich. Sehingga dalam rangka menemukan pengetahuan akan maqāṣid asy-syarī`ah yang hakiki diperlukan integrasi antara ketiga sistem nalar bayānī, burhānī dan `irfānī.
Kata kunci: ijtihād, maqāṣid asy-syarī`ah, nalar burhānī, moral-etis
Collections
- Islamic Law [646]