Penentuan Waktu Salat Magrib, Isya, Dan Subuh Perspektif Fikih Dan Astronomi
Abstract
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era sekarang ini
sepatutnya disyukuri dengan menata ulang dan menelaah kembali
fenomena alam (posisi matahari) yang dijadikan acuan untuk mengetahui
waktu-waktu salat, tetutama untuk Magrib, Isya, dan Subuh. Hal ini
berdasarkan realitas di lapangan bahwa akhir Magrib yang dinyatakan
sebagai awal waktu Isya terlalu lambat, karena sudah terlalu jauh dari
hilangnya mega merah dan terbitnya bintang terang, bahkan sudah
memasuki gelapnya malam secara sempurna. Demikian pula awal Subuh
yang sekarang terjadi terlalu dini, karena fajar kazib pun belum terbit,
apalagi fajar sadiq. Maka dengan ditemukan alat deteksi pengaruh cahaya
matahari berupa Sky Quality Meter (SQM) dan kamera DSLR yang dapat
mendeteksi dan merekam fenomena alam pada saat Magrib, Isya, dan
Subuh, sesuai petunjuk Alquran dan Sunnah Rasulullah Saw.
Atas dasar permasalahan tersebut diperoleh data berupa jadwal waktu
salat yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Diketahui bahwa waktu
Magrib relatif cukup lama dibandingkan dengan contoh yang dilakukan
Rasulullah saw., karena yang disebut sunset adalah piringan atas matahari
sudah terbenam ditambah refraksi, kerendahan ufuk. Selanjutnya
petunjuk akhir waktu Magrib hanya dibatasi dengan hilangnya mega
merah dan terdeteksinya bintang-bintang di langit. Realitas di kehidupan
masyarakat waktu Magrib sangat lama, sehingga awal waktu Isya pun
terlambat sampai menunggu mega putih lenyap digantikan dengan
kegelapan malam yang kelam (-18°). Demikian akhir Isya pun ada yang
mengakhirinya saat menjelang fajar tiba, padahal Rasulullah membatasi
hanya sampai pertengahan malam. Adapun waktu fajar atau Subuh yang
berlaku dalam jadwal ditengarai masih terlalu dini, karena saat itu fajar
kazib (zodiacal twilight = 20°) pun belum nampak, apalagi yang disebut
fajar sadik, sehingga diperlukan penelusuran dan pembuktian di lapangan
dan dilakukan perbandingan antara fenomena alam yang ditunjukkan
Rasulullah Saw. dengan keadaan yang riil di lapangan.
Memperhatikan jadwal waktu-waktu salat yang ada, apabila
dibandingkan dengan hasil penelusuran dan pengamatan di lapangan oleh
tim dari ISRN yang dikoordinasi Tono Saksono dari UHAMKA Jakarta,
diperoleh perbedaan yang cukup signifikan, untuk mengawali waktu Magrib tidak ada perbedaan, namun untuk akhir Magrib (awal waktu
Isya) berdasarkan jadwal adalah: -18° sementara hasil pengamatan ISRN
di lapangan adalah 11.6°. Selanjutnya, kriteria awal Subuh berdasarkan
jadwal pada umumnya adalah -20°, sedangkan ISRN memperoleh hasil: 13.6°.
Kemudian,
hasil
pengamatan
dari
setiap
kegiatan
rukyat
untuk
awal
waktu
Isya
adalah
saat
awal
waktu
Magrib
yaitu
irtifa’
matahari
saat
Magrib: – (s.d. + refraksi + dip) + 12°. Sedangkan untuk awal Subuh
yaitu irtifa’ matahari saat syuruk (terbit) ditambah 16°. Dengan kata lain,
sintesa antara jadwal waktu salat dengan penemuan dari pengamatan dan
obserasi dari ISRN.