Show simple item record

dc.contributor.advisorProf.Ir.Sarwidi.MSCE.,Ph.D.,AU
dc.contributor.authorSUKARMIN
dc.date.accessioned2021-07-06T02:24:09Z
dc.date.available2021-07-06T02:24:09Z
dc.date.issued2021-02-22
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/30049
dc.description.abstractKeberadaan Gunung Merapi selain membawa berkah ada kalanya memberikan ancaman karena bahaya letusannya. Hal ini terbukti pada tanggal 26 Oktober 2010 dimulai pukul 17.05 WIB dan tanggal 5 Nopember 2010 telah terjadi letusan/erupsi yang dahsyat. Letusan tersebut telah banyak menelan korban jiwa, ternak, lahan pertanian, hunian dan sarana prasarana bangunan serta infrastruktur lainnya. Tercatat korban Jiwa meninggal dunia ada 277 Jiwa, korban sakit luka-luka 258 orang 410.338 orang mengungsi, hewan ternak mati 1.548 ekor, 2.636 bangunan rusak berat 156 rumah rusak sedang serta 632 rumah rusak ringan, dan masih banyak bangunannya antara lain kantor Polsek, Puskesmas, gedung kantor, hotel/penginapan lahan pertanian serta infrastruktur yang tingkat kerusakannya sangat parah. Adapun Pemerintah saat itu telah melakukan langkah – langkah tanggap bencana dan tanggap darurat dengan menampung sementara korban Merapi yang berada pada kawasan KRB. Pemerintah menyediakan Hunian Sementara (HUNTARA) pada Sheltershelter yang terbuat dari bangunan semi permanen dan sederhana. Bangunan ini sebagai tempat tinggal sementara sambil menunggu kebijakan pemerintah lebih lanjut. Banyak permasalahan yang timbul berkaitan dengan pembangunan HUNTARA / Shelter, diantaranya yaitu luasan lahan, proses pembangunan, kualitas bangunan dan permasalahan sosial lainnya. Luasan lahan yang kurang dibanding kebutuhan luasan ideal menyebabkan penataan bangunan dan lingkungan terkesan dipaksakan untuk dapat menampung jumlah kepala keluarga. Dalam penelitian ini metode pengambilan data yang digunakan yaitu yang pertama pengumpulan data dukumen bangunan hunian sementara tahun 2010, yang kedua berupa survei dan wawancara yang akan digunakan untuk mengevaluasi bangunan hunian sementara pada korban erupsi gunung Merapi pada tahun 2010 dan yang yang ketiga pengumpulan data sekunder dokumentasi berupa data-data atau informasi dan foto-foto ketika melakukan survei da wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya per m pambangunan hunian sementara tipe 54 sebesar Rp 1.323.700,00, sedangkan biaya per m2 pembangunan hunian sementara tipe 36 sebesar Rp 1.599.000,00. Hal ini menunjukkan bahwa biaya pembangunan hunian sementara tipe 36 lebih mahal 21% terhadap bangunan hunian sementara tipe 54. Selain itu bangunan hunian sementara yang dirancang menggunakan metode knockdown berbahan kayu sengon sebagai kayu lokal di sekitar daerah gunung Merapi lebih memiliki privasi yang lebih baik dibandingkan dengan hunian sementara yag dibangun menggunakan anayaman bambu (gedek)en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectHuntaraen_US
dc.subjectsengonen_US
dc.subjectmodel knockdownen_US
dc.titlePemodelan Alternatif Bangunan Hunian Sementara Sebagai Evaluasi Bangunan Hunian Sementara Pada Erupsi Merapi 2010en_US
dc.Identifier.NIM18914054


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record