dc.description.abstract | Jogjakarta, yang pada dekade kelima menjadi ibukota Republik
Indonesia, berubah menjadi pusat kegiatan politik maupun kesenian
Indonesia. Kelahiran dan pertumbuhan seni rupa Jogja yang menempati
posisi penting di dalam peta kesenian Indonesia tidaklah lepas dari kondisi
kota Jogja itu sendiri yang unik, dimana tradisi dan modernitas saling
berdampingan, berhadapan, bahkan saling berbenturan tiada hentinya.
Bangunan-bangunan dengan arsitektur Jawa yang masih dipelihara,
bersama-sama dengan gedung peninggalan kolonial Eropa, merupakan ciri
fisik lansekap Jogja yang turut membentuk sikap-perilaku masyarakatnya.
Demikian pula heterogenitas penduduknya, menjadikan Jogja sebagai kota
dengan dinamika yang khas. Dalam tahun-tahun terakhir telah terjadi
perkembangan yang luar biasa pesat pada seni rupa Jogjakarta, yang
diakibatkan oleh beberapa faktor. Di dalam kondisi yang demikian maka
irama perkembangan seni rupa di Jogjakarta mengalami akselerasi. Oleh
karena itu keberadaan sebuah wadah yang menampung seluruh apresiasi
seni sangat dibutuhkan disini, mengingat segala potensi yang dimiliki dan
dapat dikembangkan di kota ini.
Berangkat dari alasan kultural bahwa Jogjakarta memerlukan upaya
pemberdayaan dan kesadaran ruang waktu dengan lebih gencar, dan dengan
dilatari berbagai persoalan yang cukup hangat saat ini dimana kekayaan
heritage berada disana dan tidak kelihatan potensinya, maka dikembangkan
sebuah perencanaan Pusat Kebudayaan yang memanfaatkan Gedung
Kesenian Sositet yang sudah ada. Dengan adanya rencana Pusat
Kebudayaan ini diharapkan dapat menjadi wahana studi dan generator
penggerak bagi masyarakat Jogjakarta untuk dapat melestarikan potensi kota
yang sudah ada.
Tahapan penulisan ini memperlihatkan bahwa rancangan Pusat
Kebudayaan ini melihat potensi kawasan Malioboro dan bangunan lama
dengan pendekatan design konservasi dan revitalisasi sebagai upaya untuk
mengembangkan pusaka kota Jogjakarta. | en_US |