dc.contributor.advisor | Edy Suandi Hamid | |
dc.contributor.author | Sri Haryati | |
dc.date.accessioned | 2021-02-04T02:48:36Z | |
dc.date.available | 2021-02-04T02:48:36Z | |
dc.date.issued | 2006 | |
dc.identifier.uri | https://dspace.uii.ac.id/123456789/26958 | |
dc.description.abstract | 1 januari tahun 2001 merupakan awal diberlakukannya kebijakan Otonomi daerah,
pemberian otonomi yang luas membuka jalan bagi pemerintah daerah untuk melakukan
pembaharuan dalam sistem pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Untuk itu
setiap daerah dituntut agar dapat membiayai daerahnya sendiri melalui sumber-sumber
keuangan yang dimilikinya. Kemampuan daerah dalam menggali dan mengembangkan
potensi daerah yan^ dimilikinya sebagai sumber penerimaan daerah akan sangat
menentukan keberhasilan kebijakan otonomi daerah tersebut.
Skripsi ini bertujuan untuk membandingkan kinerja keuangan daerah pada sebelum
dengan sesudah kebijakan otonomi daerah di berlakukan di Kabupaten Sleman. Analisa
yang di gunakan adalah analisis kuantitatif, yaitu analisa yang sifatnya menjelaskan
secara uraian atau dalam benoik kalimat-kalimat dan analisa kualitatif, yaitu analisa
dengan menggunakan rumus-rumus dan analisa pasti. Analisa kuantitatif yang digunakan
meliputi analisa derajat desentralisasi fiskal (tingkat kemandirian daerah), kebutuhan
fiskal (fiscal need), kapasitas fiskal (fiscal capacity), dan upaya fiskal (tax effort). Hasil
dari penelitian ini adalah bahwa di Kabupaten Sleman : Derajat Desentralisasi fiskal
(tingkat kemandirian daerah) yang ditinjau dari prosentase Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dan prosentase Bagi hasil Pajak dan Bukan Pajak (BHPBP) terhadap Total
Penerimaan Daerah (TPD) menunjukkan bahwa pada masa sebelum otonomi daerah lebih
tinggi dari pada sesudah otonomi daerah. Sedangkan apabila dilihat dari prosentase
Sumbangan daerah (SB) terhadap Total penerimaan daerah (TPD) derajat desentralisasi
fiskal (tingkat kemandirian dearah) pada masa sebelum otonomi daerah lebih rendah di
bandingan setelah otonomi daerah diberlakukan. Kebutuhan fiskal (fiscal need) sebelum
otonomi daerah lebih rendah dari pada sesudah otonomi daerah diberlakukan. Kapasitas
fiskal (fiscal capacity) sebelum kebijakan otonomi daerah lebih tinggi dari pada sesudah
kebijakan otonomi dearah diberlakukan. Dan, upaya fiskal (tax effort) pada masa setelah
kebijakan otonomi daerah diberlakukan lebih baik dari pada sebelum otonomi daerah. | en_US |
dc.publisher | Universitas Islam Indonesia | en_US |
dc.subject | Otonomi daerah | en_US |
dc.subject | Derajat desentralisasi fiskal (tingkat kemandirian daerah) | en_US |
dc.subject | Kebutuhan fiskal (fiscal need) | en_US |
dc.subject | Kapasitas fiskal (fiscal capacity) | en_US |
dc.subject | Upaya fiskal (tax effort) | en_US |
dc.title | Perbandingan Kinerja Keuangan Daerah Sebelum dan Sesudah Kebijakan Otonomi Daerah Kabupaten Sleman Tahun 1998-2000 dan 2001-2003 | en_US |
dc.Identifier.NIM | 01313206 | |