Show simple item record

dc.contributor.advisorBambang Sutiyoso
dc.contributor.authorAbdurrosit
dc.date.accessioned2021-01-28T03:54:02Z
dc.date.available2021-01-28T03:54:02Z
dc.date.issued2020
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/123456789/26840
dc.description.abstractAmanat Pasal 251 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa pemerintah provinsi atau gubernur berwenang membatalkan Perda dianulir oleh MK melalui Putusan Nomor 137/PUU-XIII/2015 karena bertentangan dengan UUD Tahun 1945. Selain itu, MK mengeluarkan putusan yang melengkapi putusan tersebut yakni, Putusan No. 56/PUU-XIV/2016 yang meneguhkan kemendagri juga dianulir kewenangannya untuk mencabut peraturan Daerah Provinsi. Kewenangan itu dialihkan ke Mahkamah Agung sebagai yurisdiksi yang paling tepat menurut putusan tersebut. Putusan MK bersifat final dan mengikat (final and banding). Oleh sebab itu, putusan ini mengakhiri perdebatan dualisme pengujian yang terjadi selama ini. Namun dilain sisi, menyusahkan pemerintah yang ingin cepat membuat iklim investasi namun terkendala tumpang tindihnya aturan di daerah. Rumusan Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini ialah: Pertama, Apa yang melatar belakangi munculnya kewenangan pemerintah (eksekutive) dapat melakukan deregulasi Perda menurut UU No 23 Tahun 2014? Kedua, Mengapa Mahkamah Konstitusi membatalkan kewenangan pemerintah dalam melakukan deregulasi Perda yang di berikan oleh UU No 23 Tahun 2014? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa dalam negara indonesia yang berbentuk kesatuan sudah semestinya pemerintah yang lebih tinggi memiliki wewenang preventif dalam terbentuknya regulasi yang lahir dari kearifan lokal daerah. Namun tindakan itu tidak boleh berbenturan dengan kerangka hukum yang lebih tinggi. Latar belakang kewenangan pemerintah dapat melakukan deregulasi Perda berdasarkan tafsir Perda dipandang sebagai instrumen yang dibentuk oleh Pemerintahan Daerah. Dalam perspektif undang-undang No. 23 Tahun 2014, DPRD tidak sama posisinya dengan DPR yang memiliki sifat trias politica, DPRD adalah unsur Pemerintahan Daerah yang sumber kekuasaannya mengacu pada Pasal 4 Ayat (1) UUD Tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa Presiden adalah puncak kekuasaan pemerintahan tertinggi. Sehingga Pemerintah Pusat melalui perpanjangan tangan kekuasaannya yakni Kementerian Dalam Negeri dapat mencabut Perda yang dianggap tidak selaras dengan peraturan pusat. Ketentuan itu kemudian dianulir oleh Mahkamah Konstitusi sebab dipandang berbenturan dengan ketentuan Konstitusi UUD 1945 dan melimpahkannya ke Mahkamah Agung.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectPengujian Perdaen_US
dc.subjectHak Ujien_US
dc.subjectPenafsiran Konstitusien_US
dc.titlePOLITIK HUKUM PENGUJIAN PERATURAN DAERAH: STUDI ATAS UU PEMERINTAHAN DAERAH NOMOR 23 TAHUN 2014 DAN PUTUSAN MK NOMOR 56/PUU-XIV/2016en_US
dc.Identifier.NIM14410414


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record