Show simple item record

dc.contributor.advisorNi’matul Huda
dc.contributor.authorTsabbit Aqdamana
dc.date.accessioned2021-01-27T03:08:29Z
dc.date.available2021-01-27T03:08:29Z
dc.date.issued2020
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/123456789/26790
dc.description.abstractPenelitian ini dilatarbelakangi oleh tidak adanya aturan pembatasan masa jabatan anggota DPR dan DPD baik di konstitusi maupun Undang-Undang sehingga terjadilah kekosongan hukum, persoalan mengenai tidak adanya periodisasi masa jabatan bagi DPR dan DPD menjadi penting karena dilihat dari sejarah otoritarianisme masa lalu berupa penyalahgunaan kekuasaan. Dalam banyak kasus orang berkuasa yang lama justru sering menyalahgunakan kekuasaannya. Siapa saja yang memegang kekuasan dan bagaimanapun baiknya dijalankan, kekuasaan mempunyai bibit atau potensi penyalahgunaan kewenangan sebagaimana adagium klasik Lord Acton mengenai “power tends to corrupt but absolute power corrupt absolutetly” belum terbantahkan hingga saat ini. Kekuasaan negara dibagi sedemikian rupa sehingga kesempatan penyalahgunaan diperkecil cara mendistribuskan kekuasaan kepada lembaga-lembaga lain dan tidak memusatkan kekuasaan pemerintahan dalam satu tangan atau satu lembaga serta dalam konteks persoalan ini pentingnya pembatasan masa jabatan untuk mengimplemantasikan dimensi demokrasi konstitusional. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: pertama, apa urgensi pembatasan masa jabatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat & Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia? Kedua, Bagaimana konsep pembatasan masa jabatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat & Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia ke depan? Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan undang-undang dan konseptual. Hasil penelitian ini menyimpulkan, pertama, mempertegas berapa tahun menjabat dianggap satu periode. Kedua, masa jabatan dua periode DPR dan DPD RI (limiting the tenure of two periods). Ketiga, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penentu (the referee). Saran yang dapat diajukan yaitu: pertama, untuk menyelesaikan problematika kekosongan hukum berkaitan tentang pembatasan masa jabatan DPR dan DPD, maka sebaiknya perlu revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MD3; kedua, untuk memberikan usulan konsep pembatasan masa jabatan anggota DPR dan DPD berdasarkan perspektif demokrasi konstitusional, maka sebaiknya perlu revisi penambahan Ayat pada Pasal 76 dan 252 UU MD3, berkaitan tentang penegasan berapa tahun menjabat dianggap satu periode baik DPR dan DPD. Serta perlu direvisi juga Pasal 76 Ayat (4), dan Pasal 252 Ayat (5) UU MD3, berkaitan tentang konsep pembatasan masa jabatan hanya dua periode. Dan juga lembaga yang paling relevan diberikan kewenangan untuk menilai apakah calon anggota dewan sudah dua periode apakah belum adalah Komisi Pemilahan Umum (KPU).en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectPembatasan Masa Jabatanen_US
dc.subjectAnggota DPR dan DPDen_US
dc.subjectDemokrasi Konstitusionalen_US
dc.titleURGENSI PEMBATASAN PERIODISASI MASA JABATAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA DALAM PERSPEKTIF DEMOKRASI KONSTITUSIONALen_US
dc.Identifier.NIM16410155


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record