PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAYAN MEDIS YANG TERLIBAT DALAM MALPRAKTEK PEREDARAN OBAT-OBATAN PISIKROTOPIKA GOLONGAN IV
Abstract
Beberapa tahun belakangan ini dunia kesehatan terutamanya di kalangan pelayan medis
diguncang dengan adanya berita malpraktek oknum dokter maupun Apoteker. Yang
menjual obat keras tidak sesuai prosedural yang ada seperti trihexypenidyl (THP) dan
Tramadol kepada masyarakat awam. Kondisi ini diperparah dengan peredaran
obat PCC yang juga termasuk obat keras dan sebenarnya ijin edarnya untuk produk
patennya sudah dibatalkan oleh BPOM sejak tahun 2013 oleh oknum ibu rumah tangga di
Kendari, Sulawesi Tenggara. PCC adalah obat yang terdiri dari campuran Paracetamol,
Caffeine dan Carisoprodol, dibuat dengan tujuan untuk mengobati nyeri punggung, obat
sakit jantung, melemaskan otot yang kaku, menghilangkan nyeri hebat, memperbaiki pola
tidur pada penderita fibriomyalgia dan mengatasi sakit kepala dan migraine. Hal ini bisa
terjadi akibat malpraktek yang dilakukan oleh oknum dokter dan apoteker tertentu untuk
mencari keuntungan pribadi dengan menjual resep dan psikotropika golongan IV kepada
pasien dengan melanggar SOP yang ada. Penyalahgunaan obat-obatan pada golongan IV
terbilang cukup tinggi. Beberapa diantaranya bahkan bisa dengan mudah ditemukan dan
sering dikonsumsi sembarangan. Berangkat dari problematika diatas, maka muncullah
beberapa pertanyaan yaitu: Bagimana Pertanggungjawaban pidana terhadap pelayan
medis yang terlibat dalam malpraktek peredaraan obat-obatan pisikotropika berdasarkan
ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika? Apa saja Standar
operasional (SOP) bagi pelayan medis dalam memberikan resep psikotropika golongan
IV? Bagaimana modus operandi malpraktek yang digunakan pelayan medis untuk
memberikan resep psikotropika golongan IV kepada pasien?. Penelitian ini adalah
penelitian yang bersifat normatif, subjek penelitian dalam penelitian ini adalah pelayan
medis (dokter) dan Polri (Sat Narkoba), pendekatan yang dilakukan meliputi pendekatan
perundang-undangan dan konseptual. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan
sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier. Data yang terkumpul kemudian dianlisa melalui analisa deskriptif kualitatif. Hasil
analisis adalah bahwa pertanggungjawaban pidana terhadap pelayan medis yang terlibat
dalam malpraktek peredaraan obat-obatan pisikotropika berdasarkan ketentuan Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu bisa dikenakan tuntutan berupa
pembayaran denda, penjara, dan juga administrasi, dimana dalam konteks malpraktek
tersebut adanyakesengajaan yang dilakukan oleh pelayan medis dalam hal ini dokter dan
apoteker untuk semata-mata mencari keuntungan pribadi dari pasien dengan meminta
sejumlah uang atau menerima sejumlah uang yang diberikan pasien. Adapun standar
operasional bagi pelayan medis dalam memberikan resep psikotropika golongan IV telah
diatur dalam ketentuan UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-Undang
Nomor RI No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika dimana Psikotropika hanya dapat
diserahkan atas dasar resep asli Rumah Sakit, Puskesmas, Balai Pengobatan dan dokter.
Kemudian Modus operandi yang biasa dilakukan oleh pelayan medis dalam hal ini
adanya kerjasama antara dokter dan apotker yang mana dokter memberikan resep dan
apoteker langsung memberika obat-obatan dalam resep tersebut tanpa adanya konfirmasi
bahwa pasien tersebut berhak atas obat-obatan psiktropika dalam resep tersebut.
Collections
- Law [2357]