dc.description.abstract | Propinsi Bengkulu terdiri dari kawasan hutan konservasi seluas 451.747 ha, hutan
lindung seluas 252.042 ha, dan hutan produksi seluas 217.175 ha. Dari luasan hutan tersebut,
sekitar 165.121,47 ha hanya merupakan kawasan tidak lagi berhutan, atau sekitar 17,93% dari total
luas hutan Propinsi Bengkulu. Kondisi ini diperparah dengan pembukaan hutan untuk lahan
perkebunan terutama perkebunan sawit yang banyak dilakukan oleh masyarakat terutama di
Bengkulu Utara. Dari data resmi Departemen Kehutanan Propinsi Bengkulu menunjukkan
pemanfaatan kawasan hutan untuk sektor perkebunan besar dialokasikan areal seluas 257.087 ha,
dengan luasan tertanam sampai sekarang sekitar 79.508 ha atau sekitar 30,93%. Jumlah yang
sangat besar bila dibandingkan dengan pemanfaatan hutan untuk sektor pertambangan seluas
3.295 ha dan sektor jaringan listrik seluas 232,63 ha.
Banyaknya pembukaan hutan untuk perkebunan di propinsi Bengkulu tentu saja
menghasilkan jutaan m³ kayu. Dari sekian banyak hasil hutan ini belum dimanfaatkan secara
optimal oleh masyarakat. Perilaku masyarakat di lingkungan Pondok Pesantren Raudhatunnajah
Muko-Muko Bengkulu Utara justru membakar kayu tersebut daripada memanfaatkannya sebagai
bahan bangunan. Ironisnya, mereka justru membeli kayu untuk kebutuhan bahan bangunan. Selain
kayu, Bengkulu Utara juga kaya akan potensi sawit. Banyak unit pabrik pengolahan crude palm oli
(CPO) yang beroperasi baik perusahaan kecil maupun besar yang total keseluruhan luas
perkebunan sawitnya mencapai 70.000 ha. Sekitar enam perusahaan CPO kapasitas besar juga
akan beroperasi di daerah Muko-Muko. Kondisi ini akan berdampak pada hasil limbah terutama
tempurung sawit yang dihasilkan pabrik-pabrik pengolahan sawit tersebut. Tempurung ini banyak
ditemukan bertebaran dijalan-jalan perkebunan sawit yang secara tidak langsung menjadi bahan
untuk perkerasan jalan tersebut. Namun pada kenyataannya, masyarakat seakan tidak menyadari
dengan potensi bahan bangunan tersesebut. Letak geografis Muko-Muko yang terletak di Pesisir
Barat Sumatra mempunyai berbagai jenis bebatuan yang tentu saja dapat digunakan bahan
bangunan baik struktural maupun arsitektural.
Dari banyaknya potensi bahan bangunan yang ada, terlihat bertolak belakang dari
kondisi fisik bangunan yang ada di wilayah Pondok Pesantren Agribisnis Raudhatunnajah. Rumah-rumah
mereka tampil apa adanya tanpa memperhatikan kualitas bahan dan struktur yang memadai.
Berdasarkan konsep arsitektur tepat guna, maka timbullah gagasan adanya suatu wadah yang
mampu sebagai bahan pembelajaran potensi bahan bangunan lokal di wilayah Muko-Muko
Bengkulu Utara ini. Sehingga Pondok Pesantren Agribisnis Raudhatunnajah sebagai wadah
tersebut nantinya dapat menjadi contoh atau tauladan untuk pemanfaatan bahan bangunan lokal.
Selain sebagai pusat pembelajaran pemanfaatan bahan bangunan lokal dengan pendekatan
arsitektur tepat guna, tujuan Pondok Pesantren Agribisnis Raudhatunnajah nantinya dapat
mengembangkan segala potensi yang ada dan menyiapkan santri yang siap terjun ke masyarakat
dan mampu berperan aktif dalam berdakwah dan mensukseskan pembangunan. | en_US |