Show simple item record

dc.contributor.authorKiswanto, Edy
dc.date.accessioned2017-02-07T01:33:48Z
dc.date.available2017-02-07T01:33:48Z
dc.date.issued2006
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/2354
dc.description.abstractPropinsi Bengkulu terdiri dari kawasan hutan konservasi seluas 451.747 ha, hutan lindung seluas 252.042 ha, dan hutan produksi seluas 217.175 ha. Dari luasan hutan tersebut, sekitar 165.121,47 ha hanya merupakan kawasan tidak lagi berhutan, atau sekitar 17,93% dari total luas hutan Propinsi Bengkulu. Kondisi ini diperparah dengan pembukaan hutan untuk lahan perkebunan terutama perkebunan sawit yang banyak dilakukan oleh masyarakat terutama di Bengkulu Utara. Dari data resmi Departemen Kehutanan Propinsi Bengkulu menunjukkan pemanfaatan kawasan hutan untuk sektor perkebunan besar dialokasikan areal seluas 257.087 ha, dengan luasan tertanam sampai sekarang sekitar 79.508 ha atau sekitar 30,93%. Jumlah yang sangat besar bila dibandingkan dengan pemanfaatan hutan untuk sektor pertambangan seluas 3.295 ha dan sektor jaringan listrik seluas 232,63 ha. Banyaknya pembukaan hutan untuk perkebunan di propinsi Bengkulu tentu saja menghasilkan jutaan m³ kayu. Dari sekian banyak hasil hutan ini belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Perilaku masyarakat di lingkungan Pondok Pesantren Raudhatunnajah Muko-Muko Bengkulu Utara justru membakar kayu tersebut daripada memanfaatkannya sebagai bahan bangunan. Ironisnya, mereka justru membeli kayu untuk kebutuhan bahan bangunan. Selain kayu, Bengkulu Utara juga kaya akan potensi sawit. Banyak unit pabrik pengolahan crude palm oli (CPO) yang beroperasi baik perusahaan kecil maupun besar yang total keseluruhan luas perkebunan sawitnya mencapai 70.000 ha. Sekitar enam perusahaan CPO kapasitas besar juga akan beroperasi di daerah Muko-Muko. Kondisi ini akan berdampak pada hasil limbah terutama tempurung sawit yang dihasilkan pabrik-pabrik pengolahan sawit tersebut. Tempurung ini banyak ditemukan bertebaran dijalan-jalan perkebunan sawit yang secara tidak langsung menjadi bahan untuk perkerasan jalan tersebut. Namun pada kenyataannya, masyarakat seakan tidak menyadari dengan potensi bahan bangunan tersesebut. Letak geografis Muko-Muko yang terletak di Pesisir Barat Sumatra mempunyai berbagai jenis bebatuan yang tentu saja dapat digunakan bahan bangunan baik struktural maupun arsitektural. Dari banyaknya potensi bahan bangunan yang ada, terlihat bertolak belakang dari kondisi fisik bangunan yang ada di wilayah Pondok Pesantren Agribisnis Raudhatunnajah. Rumah-rumah mereka tampil apa adanya tanpa memperhatikan kualitas bahan dan struktur yang memadai. Berdasarkan konsep arsitektur tepat guna, maka timbullah gagasan adanya suatu wadah yang mampu sebagai bahan pembelajaran potensi bahan bangunan lokal di wilayah Muko-Muko Bengkulu Utara ini. Sehingga Pondok Pesantren Agribisnis Raudhatunnajah sebagai wadah tersebut nantinya dapat menjadi contoh atau tauladan untuk pemanfaatan bahan bangunan lokal. Selain sebagai pusat pembelajaran pemanfaatan bahan bangunan lokal dengan pendekatan arsitektur tepat guna, tujuan Pondok Pesantren Agribisnis Raudhatunnajah nantinya dapat mengembangkan segala potensi yang ada dan menyiapkan santri yang siap terjun ke masyarakat dan mampu berperan aktif dalam berdakwah dan mensukseskan pembangunan.en_US
dc.publisherUII Yogyakartaen_US
dc.subjectPondok Pesantren Agribisnis Raudhatunnajahen_US
dc.subjectMuko-Muko Bengkuluen_US
dc.subjectPemanfaatan Bahan Bangunan Lokalen_US
dc.subjectMedia Pembelajaranen_US
dc.subjectArsitektur Tepat Gunaen_US
dc.subjectPotensi Bahan Bangunan Lokalen_US
dc.subjectPondok Pesantrenen_US
dc.subjectProses Pembelajaranen_US
dc.subjectPemanfaatan Bahanen_US
dc.titlePondok Pesantren Agribisnis Raudhatunnajah Muko-Muko Bengkulu: Pemanfaatan Bahan Bangunan Lokal sebagai Media Pembelajaran Arsitektur Tepat Gunaen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record