Show simple item record

dc.contributor.authorDeprizon, 96310252
dc.date.accessioned2020-06-24T01:25:15Z
dc.date.available2020-06-24T01:25:15Z
dc.date.issued2001
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/21676
dc.description.abstractJembatan di Indonesia direncanakan dengan beban rencana untuk lantai jembatan sebesar 20 ton per sumbu dan beban untuk gelagar adalah beban merata 8 kN/m² (untuk bentang sampai 30 m) dan beban garis 44 kN/m yang kurang lebih setara dengan 20 ton persumbu, jika terjadi muatan yang melebihi kapasitas tersebut, maka laju kerusakan jembatan lebih cepat. Perkembangan transportasi sekarang cenderung menyebabkan banyak kendaraan yang membebani jembatan dengan beban gandar lebih dari 20 ton dan dengan intensitas beban yang tinggi, sehingga kapasitas jembatan menjadi cepat kritis. Sebagai penyelesaiannya di perlukan analisis dengan mengevaluasi standar pembebanan jembatan yang ada. Analisis dilakukan dengan cara membandingkan beban hidup menurut peraturan pembebanan jembatan jalan raya di Indonesia dan di negara Amerika Serikat (AASHTO), Inggris (BSI) dan Jepang (JRA). Untuk Indonesia peraturan yang digunakan adala Peraturan Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR 1987) dan Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan (PPTJ 1992) suatu rancangan peraturan pembebanan jembatan yang dikeluarkan Bridge Management Sytem (BMS 1992). Analisis tersebut meliputi perhitungan momen lentur dan gaya geser maksimum pada gelagar jembatan bentang sederhana (simple beam) dan bentang menerus (continuous beam). Menurut peraturan dari negara yang ditinjau sampai bentang 50 m, momen lentur akibat beban hidup (dengan kejut) untuk gelagar bentang sederhana (simple beam) menurut PPPJJR 1987 lebih besar di bandingkan dengan AASHTO, JRA (untuk bentang 30m- 50 m) namun lebih kecil dibandingkan dengan PPTJ 1992 (mulai bentang 20 m). Gaya geser maksimum beban hidup (dengan kejut) untuk gelagar bentang sederhana (simple beam) menurut PPPJJR 1987 lebih besar dibandingkan dengan AASHTO, namun lebih kecil dibandingkan dengan PPTJ, JRA dan BSI (mulai bentang 20 m). Momen lentur dan gaya geser maksimum akibat beban hidup (tanpa kejut) menurut PPPJJR 1987 lebih besar dibandingkan dengan AASHTO, JRA dan PPTJ (untuk bentang 35 m - 50 m). Momen lentur akibat beban hidup (dengan kejut) untuk gelagar bentang menerus (continuous beam) menurut PPPJJR 1987 lebih besar dibandingkan dengan momen lentur AASHTO, BSI dan JRA tetapi lebih kecil dari PPTJ 1992. Gaya geser maksimum akibat beban hidup (dengan kejut) menurut PPPJJR 1987 lebih besar dibandingkan dengan gaya geser AASHTO, JRA (mulai bentang 25 m- 50 m) dan PPTJ 1992 (mulai bentang 35m - 50 m), namun lebih kecil dibandingkan dengan BSI (mulai bentang 30 m - 50 m).en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectStudi Perbandinganen_US
dc.subjectBeban Hidupen_US
dc.subjectBeban Jaluren_US
dc.subjectJembatan Jalan Rayaen_US
dc.subjectStandar PPPJJRen_US
dc.subjectPPTJen_US
dc.subjectAASHTOen_US
dc.subjectBSI dan JRAen_US
dc.titleStudi Perbandingan Beban Hidup pada Beban Jalur Jembatan Jalan Raya (Standar PPPJJR, PPTJ, AASHTO, BSI dan JRA)en_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record