Show simple item record

dc.contributor.authorBayu Agus Wijayanto, 98512039
dc.date.accessioned2020-06-20T05:06:01Z
dc.date.available2020-06-20T05:06:01Z
dc.date.issued2003
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/21554
dc.description.abstractSebagai negara kepulauan terbesar di dunia maka Indonesia memiliki berbagai macam peradaban serta adat dari masing-masing kepulauan tersebut. Semangat regionalisme tersebut kemudian menjadi aset kebudayaan bangsa yang tak ternilai harganya dan harus dilestarikan keberadaannya dan diberdayakan seoptimal mungkin demi keutuhan serta kemajuan seluruh bangsa. Untuk memberdayakan aset tersebut maka dirasakan perlu diiengkapi dengan berbagai sarana penunjang yang berupa sarana fisik sebagai sarana penghubung yang representatif dengan keberadaan moda-moda transportasi baik yang melalui darat, laut maupun udara. Dalam perkembangannya bangunan penunjang moda-moda tranportasi tersebut kemudian menjadi "arsitektur landmark" yang mewakili suatu daerah. Sebagai contoh adalah Bandar udara Internasional Soekarno-Hatta yang mencoba membawa langgam suasana Indonesia dengan citra bangunan tradisional (Jawa). Demikian juga dengan daerah lainnyadan dengan moda-moda lainnya pula. Untuk kawasan Papua yang merupakan daerah paling timur dari kawasan Indonesia (KTI), dalam pemerataan pembangunannya masih agak terlambat jika dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia. Namun dengan adanya status Otonomi daerah, memungkinkan daerah tersebut untuk lebih mengembangkan segala aspek potensi yang ada di daerahnya. Kemudian dengan kebanggaan serta semangat kedaerahan yang mereka punyai akan dapat lebih memacu wilayah tersebut untuk dapat maju bersaing dengan daerah lain. Sebagai "komoditi" Arsitektur termasuk didalamnya neka moda transportasi juga tidak terlepas dari semangat Regionalism ( The Spirit Of Papua ) yang diadopsi kedalam performa bangunannya. 'THE SPIRIT OF PAPUA"...ASMAT....DAM.... Dalam merancang kembali gedung Terminal Bandar Udara Internasional Frans Kaisiepo Biak, maka pedoman yang digunakan sebagai acuan dalam merancang adalah "high light" yang diperoleh dari sintesa The Spirit Of Papua sebagai pendekatan Regionalismenya yang kemudian diterjemahkan kedaiam bentukan Arsitektural antara lain pada : Komposisi massa bangunan: Rupa/Tampilan bangunan (Fasad); Performa bangunan; dan Sistem Sirkulasi.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectRedisain Terminalen_US
dc.subjectBandar Udara Internasionalen_US
dc.subjectFrans Kaisiepo di Biak Papuaen_US
dc.titleRedisain Terminal Bandar Udara Internasional Frans Kaisiepo di Biak Papuaen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record