Studi Perilaku Penghuni pada Permukiman Ledok Gondolayu Kali Code Jogjakarta untuk Mendapatkan Disain Tata Ruang Rumah Tinggal yang Layak Huni
Abstract
Permukiman ledok Gondolayu terletak di pusat kota Jogjakarta yang berada di bantaran sungai
Code di bawah jembatan Gondolayu. Permukiman ini dihuni oleh para kaum migran yang terpinggirkan
disebabkan oleh segala keterbatasan. Pada umumnya mereka bekerja di sektor informal sehingga
mempengaruhi pola perilaku meruang yang berbeda-beda berdasarkan karakteristik kegiatan masing-masing.
Perilaku meruang yang tidak sesuai dapat megakibatkan permasalahan ketidaklayakan suatu
hunian. Suatu permukiman mencerminkan pola tata ruang sebagai wadah dan komponen yang meliputi
sistem aktivitas dan wujud fisik.
Sebagai kajian pustaka, penelitian ini mengacu pada penelitian terdahulu antara lain penelitian
yang dilakukan oleh Yuthan Daru Nugroho (2001),menyatakan bahwa dalam permukiman memuat
komponen aktivitas yang berupa berbagai kegiatan pemukim yang ada di dalamnya dan komponen fisik
yang berupa perumahan dan fasilitas-fasilitas yang ada di lingkungan tersebut. Penelitian lain dilakukan
oleh Happy Sri Handayani (1998), yang menyimpulkan bahwa perilaku masyarakat di perkotaan sangat
berkaitan erat dengan tingkat ekonomi. Oleh karena itu untuk masyarakat yang memiliki tingkat
perekonomian menengah ke bawah maka dipilih bahan yang memenuhi kriteria kesederhanaan dan
lokalitas sehingga terjangkau. Sedangkan landasan teori yang dipakai adalah yang berhubungan dengan
perilaku, permukiman tepian sungai, tingkat kelayakan huni, dan rumah/lingkungan sehat. Perilaku
dioperasionalisasikan sebagai kegiatan manusia yang membutuhkan seting atau wadah kegiatan yang
berupa ruang. Kriteria identifikasi faktor layak/tidak layak huni terdiri dari 3 aspek, yaitu aspek sosial,
aspek fisik lingkungan, dan aspek fisik bangunan.
Sampel penelitian yang dipilih yaitu penghuni di ledok Gondolayu, RT 01 / RW 01 kecamatan
Gondokusuman, kelurahan Kota Baru, dengan jumlah penghuni sebanyak 48 KK (150 jiwa). Kriteria
dalam menentukan sampel berdasarkan pada kategori penghuni (jumlah penghuni dan macam kegiatan
berdasarkan mata pencaharian) serta daya dukung lahan (dekat dengan sungai dan dekat dengan
jalan). Metode analisis yang dipakai yaitu analisis induktif, permasalahan yang diperoleh dari kasuskasus
yang terjadi pada wilayah populasi yang akan diteliti.
Melalui penyebaran kuisioner dan pengamatan langsung di lapangan diperoleh data sebagai
berikut: 1) Tipologi dan perilaku kegiatan penghuni dapat dikategorikan menjadi 5 macam berdasarkan
mata pencaharian yang dominan, 2) Kondisi dan sebaran hunian menurut kualitas konstruksi kurang
baik, 3) Sistem jaringan jalan yang sudah baik, 4) Sistem utilitas dan sampah yang belum jelas, 5) Tata
ruang dalam dan luar yang belum teratur, 6) Fasilitas umum yang masih kurang.
Melalui proses analisis diperoleh poin-poin pembahasan analisis yang meliputi: 1) Analisis
perhitungan indeks tidak layak huni (ITLH), berdasarkan aspek sosial diperoleh ITLH 2,57 (rentan tidak
layak huni), aspek fisik lingkungan diperoleh ITLH 2,46 (rentan tidak layak huni) dan aspek fisik
bangunan diperoleh: 17 rumah tidak layak huni (3 dipertahankan dengan dilakukan renovasi) dan 14
rumah dinyatakan rentan tidak layak huni (5 dipertahankan), ditambah 3 bangunan umum yang
dipertahankan. 2) Analisis tipologi penghuni (pekerja di kios ban, pemulung, pedagang, tukang becak,
satpam), 3) Analisis tata ruang luar dan tata ruang dalam, 4) Analisis perhitungan macam besaran ruang,
5) Analisis sistem bangunan, 6) Analisis penampilan bangunan.
Sebagai hasil dari analisis maka diperoleh model rekomendasi sebagai guide line perancangan,
yaitu: 1) Gubahan masa hunian diatur dengan pola linier, 2) Pola jalan linier dan sistem parkir
dikelompokkan dalam satu area, 4) Orientasi bangunan diarahkan kebagian yang paling aksesibel
dengan mengarah kebagian umum yang berperan sebagai pengikat hunian, 5) Vegetasi yang digunakan
adalah pohon randu, bambu, ketapang, pisang, kelapa, jambu, tanaman hias, perdu, dan rumput gajah,
6) Luas lahan 2000 m2, luas fasilitas umum 381 m², dan luas hunian 1222 m , 7) Bentuk atap pelana,
kemiringan 45°, bahan penutup atap genteng 8) Dinding terbuat dari bilik bambu dan kolom dari kayu
pohon kelapa, 9) Lantai terbuat dari semen dengan ketinggian 20 cm, 10) Pondasi umpak, batukali, dan
tiang pancang digunakan berdasarkan daya dukung lahan, 11) Saluran drainase berbentuk trapesium,
lebar 2 m, dalam 0,8 m, 12) Sumber air bersih diperoleh dari PDAM, sumur, dan sumber mata air, 13)
Sistem pembuangan air limbah dialirkan ke sungai dan terpisah dengan pembuangan air hujan, 14)
Sampah dikumpulkan secara komunal keTPS kermudian diangkut oleh petugas ke.TPA, 15) Terdapat 11
unit bangunan yang dipertahankan sebagai konstanta.
Collections
- Architecture [3648]