Show simple item record

dc.contributor.advisorBagya Agung Prabowo, SH., M.Hum., Ph.D.
dc.contributor.authorANDARI SRIFIASHWARI EKAPUTRI, 11410621
dc.date.accessioned2020-04-27T03:54:20Z
dc.date.available2020-04-27T03:54:20Z
dc.date.issued2019-12-15
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/19793
dc.description.abstractPerjanjian perkawinan masih dianggap tabu bagi pasangan yang akan melakukan perkawinan di Indonesia, walaupun sudah ada kesadaran untuk membuat perjanjian perkawinan bagi pasangan perkawinan campuran. Hukum perkawinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (UndangUndang Perkawinan). Pasal yang mengatur mengenai perjanjian perkawinan, hanya terdiri dari 1 (satu) pasal, yaitu Pasal 29 Undang-Undang Perkawinan Ayat (1), (2), (3), dan (4). Pembuatan perjanjian perkawinan dalam Pasal 29 hanya membatasi pembuatannya pada waktu sebelum atau pada saat perkawinan. Dengan lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 memperluas makna perjanjian perkawinan menjadi perjanjian perkawinan dapat dibuat pada waktu, sebelum atau selama dalam ikatan perkawinan. Penelitian dengan judul “Perjanjian perkawinan yang dibuat di hadapan Notaris pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015” memiliki rumusan masalah Bagaimana praktik perjanjian perkawinan yang dibuat pasca lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015?, Apa saja yang menjadi kendala dalam pembuatan perjanjian perkawinan?, Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui bagaimana praktik perjanjian perkawinan yang dilakukan oleh calon pasangan suami istri sebelum melangsungkan sebuah perkawinan serta mengetahui implikasi hukum dari perjanjian perkawinan yang dibuat para pihak, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pembuatan perjanjian perkawinan. Putusan Mahkamah Konstitusi memberikan kesempatan bagi pasangan yang sudah menikah untuk membuat perjanjian perkawinan setelah perkawinan atau selama dalam ikatan perkawinan yang sah. Perjanjian perkawinan ini banyak dibuat sebagai bentuk perlindungan yang dapat dilakukan suami istri terhadap harta apabila salah satu pihak dirasa perlu karena memiliki harta yang lebih banyak daripada pihak lain, serta sebagai perlindungan terhadap anggota keluarga yang memiliki usaha apabila terjadi kepailitan oleh salah satu pihak dalam perkawinan dikemudian hari.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectperjanjian perkawinanen_US
dc.subjectputusan mahkamah konstitusien_US
dc.subjectperkawinan campuen_US
dc.titlePERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record