Show simple item record

dc.contributor.authorFitri Hidayanti, 98512096
dc.date.accessioned2020-04-09T08:32:44Z
dc.date.available2020-04-09T08:32:44Z
dc.date.issued2003
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/19268
dc.description.abstractDesa Teluk.Kabupaten Pandeglang. Propinsi Banten. merupakan suatu perrmukiman nelayan dengan segala problematikanya. Permukiman yang terletak di pesisir pantai Carita ini dalam desain aslinya masih sederhana baik itu ditinjau dari segi bahan bangunan yang dipakai maupnn konstruksi bangunan sehingga kawasan pemukiman ini terkesan kumuh dan tidak terawat. Oleh karena itu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah permukiman nelayan yang berwawasan lingkungan. Sebagai kajian pustaka, penelitian ini mengacu pada penelitian terdahulu antara lain penelitian yang dilakukan 3 peneliti. Pertama, Sonhaji, dkk, yang menghasilkan asas pembangunan perumahan yang berwawasan lingkungan. Asas atau prinsip yang dimaksud antara lain asas hak atas lingkungan yang baik dan sehat dan asas pengelolaan lingkungan hidup. Asas lingkungan yang sehat adalah lingkungan yang meliputi persediaan air bersih dan udara, pengamanan limbah padat, limbah cair, kebisingan dan penataan halaman rumah (Komarudin. 1997). Kedua, Anton Santoso (2000) tentang Analisis Spasial lokasi Bermukim Nelayan Cilacap melalui metode deskriptif mengkaji faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan lokasi bermukim untuk nelayan. Temuan yang didapat bahwa ada empat faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan lokasi bermukim untuk nelayan, yaitu 1) faktor yang berlaku terus menerus dan bersifat internal (tidak ditemukan), 2) Faktor yang menerus dan bersifat eksternal (aksesbilitas, kemudahan dalam memperoleh tenaga kerja bunih nelayan, dan hubungan sosial yang kuat), 3) faktor yang tidak menerus dan internal,yaitu faktor keterpaksaan,4) Faktor yang tidak menerusdan eksternal (Letak lokasi. ketersediaan tanah, harga tanah, keamanan, peluang usaha tambahan, kenyamanan dan kesegaran lingkungan, dan fasilitas tambatan perahu). Ketiga. Ron Taufani (1999) mengenai Perkembangan Persepsi Penghuni Perumahan Nelayan di Kelurahan Panjang Wetan Kotamadya Pekalongan. Melaui metode deskriptif diperoleh temuan bahwa perkembangan kualitas dan kuantitas sarana dapat mendukung persepsi penghuni dalam perumahan nelayan sehingga mendukung proses penyesuaian (adaptasi) dari penghuni (misalnya pemilihan lokasi perumahan harus mempertimbangkan kondisi topografi dan teknis pembangunan perumahan). Sedangkan landasan teori yang dipakai adalah yang berkaitan dengan arsitektur yang berwawasan lingkungan (yakni elemen lingkungan, pemilihan bahan bangunan yang mendukung lingkungan), sistem sirkulasi. sistem utilitas. kawasan pesisir pantai, rumah sangat sederhana, permukiman nelayan, karakteristik dan kondisi umum masyarakat nelayan. Populasi sampel penelitian yaitu penghuni (KK) yang tinggal di RW XI. RT 21. desa Teluk, dengan 130 KK. Penelitian dilakukan dengan teknik cluster random sampling. Karena dalam menentukan sampel adalah mata pencaharian (nelayan dan nelayan sekaligus pedagang), bentuk bangunan (permanen, semi permanen, dan tidak permanen), letak konstruksi rumah (ditepi laut/pantai, ditepi jalan, dan rumah yang masuk ke dalam). Metode analisis yang dipakai adalah metode induktif, yaitu kasus-kasus yang terjadi di RT 21 ini akan dirumuskan sebagai model rekomendasi untuk permukiman nelayan di desa Teluk. Melalui penyebaran kuesioner dan pengamatan langsung di lapangan diperoleh data sebagai berikut, 1) Disorientasi bangunan. 2) Sistem jaringan jaringan jalan yang belum jelas, 3) Sistem utilitas, dan sampah yang belum jelas. 4) Fasilitas umum yang belum lengkap. 5) Vegetasi masih kurang, 6) Tata ruang dalam hunian belum teratur. Sebagai hasil analisis untuk model rekomendasi adalah 1) Gubahan masa hunian diatur dengan pola linier; 2) Orientasi bangunan diarahkan ke bagian yang paling aksesibel dengan mengarah ke bagian umum yang berperan sebagai pengikat hunian; 3) Pola jalan grid; 4) Sistem parkir dikelompokkan dalam satu area, 5) Tempat sampah dari bambu, ember, dan drum, 6) Vegetasi yang digunakan adalah vegetasi yang ada di lokasi penelitian dan sekitarnya, yakni pohon kelapa, randu, bambu, mangkokan, dan rumput gajah; 7) Pagar terbuat dari bambu; 8) Luas lahan 100m², sedangkan luas unit hunian tergantung tipe unit hunian (Tipe 1 = 42 m², tipc 2 = 70 m², dan tipe 3 = 92 m²); 9) Bentuk atap pelana dengan kemiringan 45º, bahan dasar dan rumbia; 9) Konstruksi atap dan bambu dengan sambungan pengisi beton; 10) Pintu terbuat dari kayu: 11) Bentuk jendela yang dipakai yaitu jendela dengan kaca tembus cahaya dan penglihatan, serta jendela krapyak; 12) Dinding tersusun dan anyaman bambu (bilik); 13) Kolom menggunakan batang pohon kelapa; 14) Lantai terbuat dari semen dengan ketinggian 20 cm; 15) Pondasi batu kali dengan ketinggian 0,8 m-1,00 m; 16) Saluran air hujan berbentuk trapesium dengan lebar 1m dan kedalaman 1m; 17) Sistem pembuangan air limbah terpisah dengan pembuangan air hujan: 18) Sistem pembuangan kotoran padat menggunakan sistem sharing yang terdiri atas 4 unit hunian.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectStudi Permukiman Nelayanen_US
dc.subjectRT 21, RW XI, Desa Teluken_US
dc.subjectPantai Caritaen_US
dc.subjectKabupaten Dati II Pandeglangen_US
dc.subjectPropinsi Bantenen_US
dc.subjectBerwawasan Lingkunganen_US
dc.titleStudi Permukiman Nelayan di RT 21, RW XI, Desa Teluk, Pantai Carita, Kabupaten Dati II Pandeglang, Propinsi Banten, yang Berwawasan Lingkunganen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record