Studi Permukiman Nelayan di RT 21, RW XI, Desa Teluk, Pantai Carita, Kabupaten Dati II Pandeglang, Propinsi Banten, yang Berwawasan Lingkungan
Abstract
Desa Teluk.Kabupaten Pandeglang. Propinsi Banten. merupakan suatu perrmukiman nelayan dengan
segala problematikanya. Permukiman yang terletak di pesisir pantai Carita ini dalam desain aslinya masih sederhana
baik itu ditinjau dari segi bahan bangunan yang dipakai maupnn konstruksi bangunan sehingga kawasan pemukiman
ini terkesan kumuh dan tidak terawat. Oleh karena itu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah
permukiman nelayan yang berwawasan lingkungan.
Sebagai kajian pustaka, penelitian ini mengacu pada penelitian terdahulu antara lain penelitian yang
dilakukan 3 peneliti. Pertama, Sonhaji, dkk, yang menghasilkan asas pembangunan perumahan yang berwawasan
lingkungan. Asas atau prinsip yang dimaksud antara lain asas hak atas lingkungan yang baik dan sehat dan asas
pengelolaan lingkungan hidup. Asas lingkungan yang sehat adalah lingkungan yang meliputi persediaan air bersih
dan udara, pengamanan limbah padat, limbah cair, kebisingan dan penataan halaman rumah (Komarudin. 1997).
Kedua, Anton Santoso (2000) tentang Analisis Spasial lokasi Bermukim Nelayan Cilacap melalui metode deskriptif
mengkaji faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan lokasi bermukim untuk nelayan. Temuan yang didapat
bahwa ada empat faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan lokasi bermukim untuk nelayan, yaitu 1) faktor yang
berlaku terus menerus dan bersifat internal (tidak ditemukan), 2) Faktor yang menerus dan bersifat eksternal
(aksesbilitas, kemudahan dalam memperoleh tenaga kerja bunih nelayan, dan hubungan sosial yang kuat), 3) faktor
yang tidak menerus dan internal,yaitu faktor keterpaksaan,4) Faktor yang tidak menerusdan eksternal (Letak lokasi.
ketersediaan tanah, harga tanah, keamanan, peluang usaha tambahan, kenyamanan dan kesegaran lingkungan, dan
fasilitas tambatan perahu). Ketiga. Ron Taufani (1999) mengenai Perkembangan Persepsi Penghuni Perumahan
Nelayan di Kelurahan Panjang Wetan Kotamadya Pekalongan. Melaui metode deskriptif diperoleh temuan bahwa
perkembangan kualitas dan kuantitas sarana dapat mendukung persepsi penghuni dalam perumahan nelayan sehingga
mendukung proses penyesuaian (adaptasi) dari penghuni (misalnya pemilihan lokasi perumahan harus
mempertimbangkan kondisi topografi dan teknis pembangunan perumahan). Sedangkan landasan teori yang dipakai
adalah yang berkaitan dengan arsitektur yang berwawasan lingkungan (yakni elemen lingkungan, pemilihan bahan
bangunan yang mendukung lingkungan), sistem sirkulasi. sistem utilitas. kawasan pesisir pantai, rumah sangat
sederhana, permukiman nelayan, karakteristik dan kondisi umum masyarakat nelayan.
Populasi sampel penelitian yaitu penghuni (KK) yang tinggal di RW XI. RT 21. desa Teluk, dengan
130 KK. Penelitian dilakukan dengan teknik cluster random sampling. Karena dalam menentukan sampel adalah
mata pencaharian (nelayan dan nelayan sekaligus pedagang), bentuk bangunan (permanen, semi permanen, dan tidak
permanen), letak konstruksi rumah (ditepi laut/pantai, ditepi jalan, dan rumah yang masuk ke dalam). Metode analisis
yang dipakai adalah metode induktif, yaitu kasus-kasus yang terjadi di RT 21 ini akan dirumuskan sebagai model
rekomendasi untuk permukiman nelayan di desa Teluk.
Melalui penyebaran kuesioner dan pengamatan langsung di lapangan diperoleh data sebagai berikut, 1)
Disorientasi bangunan. 2) Sistem jaringan jaringan jalan yang belum jelas, 3) Sistem utilitas, dan sampah yang belum
jelas. 4) Fasilitas umum yang belum lengkap. 5) Vegetasi masih kurang, 6) Tata ruang dalam hunian belum teratur.
Sebagai hasil analisis untuk model rekomendasi adalah 1) Gubahan masa hunian diatur dengan pola
linier; 2) Orientasi bangunan diarahkan ke bagian yang paling aksesibel dengan mengarah ke bagian umum yang
berperan sebagai pengikat hunian; 3) Pola jalan grid; 4) Sistem parkir dikelompokkan dalam satu area, 5) Tempat
sampah dari bambu, ember, dan drum, 6) Vegetasi yang digunakan adalah vegetasi yang ada di lokasi penelitian dan
sekitarnya, yakni pohon kelapa, randu, bambu, mangkokan, dan rumput gajah; 7) Pagar terbuat dari bambu; 8) Luas
lahan 100m², sedangkan luas unit hunian tergantung tipe unit hunian (Tipe 1 = 42 m², tipc 2 = 70 m², dan tipe 3 = 92
m²); 9) Bentuk atap pelana dengan kemiringan 45º, bahan dasar dan rumbia; 9) Konstruksi atap dan bambu dengan
sambungan pengisi beton; 10) Pintu terbuat dari kayu: 11) Bentuk jendela yang dipakai yaitu jendela dengan kaca
tembus cahaya dan penglihatan, serta jendela krapyak; 12) Dinding tersusun dan anyaman bambu (bilik); 13) Kolom
menggunakan batang pohon kelapa; 14) Lantai terbuat dari semen dengan ketinggian 20 cm; 15) Pondasi batu kali
dengan ketinggian 0,8 m-1,00 m; 16) Saluran air hujan berbentuk trapesium dengan lebar 1m dan kedalaman 1m; 17)
Sistem pembuangan air limbah terpisah dengan pembuangan air hujan: 18) Sistem pembuangan kotoran padat
menggunakan sistem sharing yang terdiri atas 4 unit hunian.
Collections
- Architecture [3648]