Show simple item record

dc.contributor.advisorDr. Idul Rishan, SH., LLM.
dc.contributor.authorLATHIIF TATA DAMARJATI, 15410421
dc.date.accessioned2020-01-29T02:56:19Z
dc.date.available2020-01-29T02:56:19Z
dc.date.issued2019-10-11
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/17614
dc.description.abstractPenelitian ini mengangkat 2 (dua) rumusan permasalahan yakni, pertama, bagaimana pertimbangan putusan MA Nomor 65P/HUM/2018 dan putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018? Kedua, bagaimana implikasi terhadap dualisme putusan dalam perkara putusan MA Nomor 65P/HUM/2018 dan putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018? Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan menggunakan pendekatan perundang-undangan, historis, dan komparatif. Hasil penelitian ini, yaitu, pertama, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No 30/PUU-XVI/2018 menyatakan bahwa Frasa “pekerjaan lain” Pasal 182 huruf I UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai mencakup pula pengurus (fungsionaris) partai politik. Sedangkan Putusan Mahkamah Agung No 65/HUM/2018 permohonan uji materi PKPU No 26 Tahun 2018 oleh para pemohon dikabulkan sebagian dan menyatakan bahwa PKPU bertentangan dengan asas dapat dilaksanakan, asas ketertiban dan kepastian hukum yang diatur didalam UU Nomor 12 Tahun 2011. Kedua, Terdapat 2 (dua) implikasi yang muncul dari dua perkara antara putusan MK dengan Putusan MA, yaitu, pertama, berimbas pada ketidakpastian hukum bagi KPU dalam perannya sebagai pembentuk peraturan perundang-undangan tentang penyelenggaraan Pemilu. Kedua, berimbas pada dualisme putusan karena amar putusan MA Nomor 65P/HUM/2018 kontradiktif atau saling berlawanan dengan norma dalam putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang telah lahir sebelumnya. Saran yang diajukan penulis yaitu, pertama, saran dalam kondisi seperti ini, putusan yang patut untuk dilaksanakan adalah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 30/PUU-XVI/2018 karena berdasarkan hierarki peraturan perundang-undangan kedudukan obyek uji materi yang kewenanganya dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi lebih tinggi dibanding kedudukan obyek uji materi yang kewenangannya dimiliki oleh Mahkamah Agung. Kedua, Diharapkan kedepan dilakukan amandemen lanjutan UUD 1945 terhadap ketentuan kewenangan Mahkamah Agung dan kewenangan Mahkamah Konstitusi terkait model pengujian peraturan perundang-undangan terhadap seluruh peraturan perundang-undangan dilakukan oleh satu lembaga saja, yakni Mahkamah Konstitusi.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectNegara Hukumen_US
dc.subjectJudicial Reviewen_US
dc.subjectDualisme Hukumen_US
dc.subjectHierarki Peraturan Perundang-Undanganen_US
dc.titleANALISIS YURIDIS DUALISME PUTUSAN DALAM PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 30/PUU-XVI/2018 DAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 65/HUM/2018)en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record