Show simple item record

dc.contributor.authorRahmany, Urny
dc.date.accessioned2016-12-29T04:23:38Z
dc.date.available2016-12-29T04:23:38Z
dc.date.issued2005
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/1638
dc.description.abstractKeberadaan Pusat Kebudayaan Melayu di Pontianak menjadi penting adanya ketika arus globalisasi yang memperkuat akulturasi budaya tidak bisa terelakkan lagi dan mulai merubah budaya masyarakat Kalimantan Barat pada umumnya dan Pontianak khususnya. Pusat Kebudayaan Melayu merupakan wadah kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pelestarian seni dan budaya Melayu. Oleh karena itu, bangunan ini secara tidak langsung harus bisa memberikan gambaran kepada masyarakat akan budaya Melayu itu sendiri yang akan bisa terlihat melalui citra visual bangunan. Citra visual bangunan ini ditransformasikan dari arsitektur Melayu yang meliputi konsep hierarki, interaksi, sumbu, linier dan bentukan rumah panggung serta tentu saja penggunaan ornamen Melayu yang akan mempertegas wajah Melayu pada tata ruang dalam dan luar bangunan secara visual. Massa bangunan Pusat Kebudayaan Melayu diwujudkan sebagai kompleks bangunan yang diikat oleh open space untuk menunjukkan dan medukung adanya proses interaksi dan juga oleh sumbu yang berorientasi pada jalan utama. Konsep zoning yang terdapat pada rumah tradisional Melayu, dimana sifat ruang semakin ke bagian tengah akan semakin mulai diterapkan dengan perletakan ruang untuk kegiatan utama pada bagian tengah dan kegiatan pendukung di bagian samping dan belakang bangunan. Keutamaan bagian tengah bangunan ini juga ditunjukkan oleh bentukan rumah panggung dan konsep hierarki, yaitu dengan perletakan ruang utama yang lebih tinggi daripada massa bangunan untuk fungsi-fungsi pendukung dengan lantai bagian bawah tidak dilingkupi dinding masif. Pada lansekap digunakan transformasi dari gerakan dasar tarian Melayu, yaitu dengan adanya permainan tinggi rendah muka tanah, pengaturan parkir yang berkelok-kelok (pola melenggang) dan linier serta pola entrance dan exit yang berputar setengah lingkaran. Pada tahap pengembangan perancangan Pusat Kebudayaan Melayu, konsep tersebut ditransformasikan lebih detail. Bentukan panggung diciptakan dengan tidak diberikannya dinding massif pada sebagian bagian bawah massa bangunan utama dan sebagian lagi menggunakan dinding yang menjorok ke bagian dalam bangunan. Kolom-kolom seri (utama) terletak di bagian tengah bangunan dan diapit oleh kolom-kolom yang non-seri. Atap yang digunakan merupakan bentukan atap lontik dengan ornamen Melayu khas Kabupaten Pontianak System engsel digunakan pada pintu dan jendela dengan ornamen Melayu yang menggunakan motif bunga melati kombinasi pakis dan bunga kenanga sebagai benang merah pada desain pintu dan jendela satu dengan yang lain serta penggunaan lantai yang dominan bermaterial kayu pada interior bangunan.en_US
dc.publisherUII Yogyakartaen_US
dc.subjectPusat Kebudayaan Melayuen_US
dc.subjectPontianaken_US
dc.subjectWadah Pelestarianen_US
dc.subjectSeni dan Budayaen_US
dc.subjectTransformasi Arsitektur Melayuen_US
dc.subjectCitra Visual Bangunanen_US
dc.titlePusat Kebudayaan Melayu di Pontianak sebagai Wadah Pelestarian Seni dan Budaya Transformasi Arsitektur Melayu Pada Citra Visual Bangunanen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record