Show simple item record

dc.contributor.advisorDr. Siti Anisah S.H., M.Hum.,
dc.contributor.authorANGGITYA MAHARSI, 15410126
dc.date.accessioned2019-03-11T08:14:49Z
dc.date.available2019-03-11T08:14:49Z
dc.date.issued2019-02-19
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/13955
dc.description.abstractDampak dari globalisasi yang semakin pesat, seakan-akan sekarang ini tidak ada batasan antar negara satu dengan lainnya (border less). Hal tersebut adalah salah satu faktor pendorong adanya berbagai macam transaksi bisnis internasional yang melintasi batas-batas negara atau melibatkan unsur asing (foreign element). Salah satu dari resiko yang tidak dapat di hindari dalam suatu kegiatan bisnis adalah terjadinya kepailitan, yang menurut aturan hukum kepailitan Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (disingkat UUK-PKPU). Namun dalam praktiknya, terdapat fakta bahwasnya tidak semua pelaku usaha atau bisnis yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Indonesia memiliki aset di Indonesia namun juga terdapat di luar wilayah yurisdiksi hukum Republik Indonesia (luar negeri), yang dengan demikian jelas memiliki perbedaan sistem hukum dan aturan dalam kepailitan yang berbeda pula. Permasalahan yang terjadi terhadap kepailitan lintas batas negara (cross-border insolvency) adalah bahwasanya Indonesia belum memiliki suatu aturan yang jelas, yang dapat digunakan untuk menjangkau aset debitor yang berada di luar negeri tersebut. Sehingga hal ini berdampak terhadap status harta atau aset debitor yang berada di luar negeri serta dalam hal pemberesannya. Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitain yang bersifat normatif. Data dikumpulkan dari berbagai studi dokumen pustaka. Setelah dilakukan pengumpulan data maka dilakukan analisis terhadap permasalahan yang terjadi menggunakan pendekatan perundang-undangan dan prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Data tersebut diperoleh dari diskusi dan kajian serta dari informasi media elektronik yang membahas fokus permasalahan dalam penelitian ini. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, status aset debitor di luar negeri tidak jelas, walaupun UUK-PKPU pada bagian ketentuan mengenai hukum internasional mengakui bahwa aset tersebut termasuk dalam harta pailit, namun dalam hal eksekusinya sulit untuk dilaksanakan bahkan tidak dapat di eksekusi akibat tidak adanya instrumen hukum yang jelas dan tidak ada peraturan pelaksanaannya yang dapat dijadikan sebagai acuan atau petunjuk (guidance). Pemerintah Indonesia seharusnya segera melakukan revisi terhadap instrumen hukum kepailitan yang dalam hal ini adalah UUK-PKPU, atau dapat terlebih dahulu mengambil langkah untuk mengadakan perjanjian dengan negara lain baik bilateral ataupun multilateral dalam hal kepailitan lintas batas negara (cross-border insolvency), terutama dengan negara dimana warganya banyak melakukan transaksi bisnis. Sehingga dengan demikian dapat berlaku prinsip timbal balik (reciprocality).en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectPemberesan Harta Pailiten_US
dc.subjectCross-Border Insolvencyen_US
dc.subjectYurisdiksi Pengadilan Niaga Indonesiaen_US
dc.titlePEMBERESAN HARTA DEBITOR PAILIT DALAM KEPAILITAN LINTAS BATAS NEGARA (CROSS-BORDER INSOLVENCY) YANG DIPUTUSKAN OLEH PENGADILAN NIAGA INDONESIAen_US
dc.typeUndergraduate Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record