Show simple item record

dc.contributor.advisorMasyhud Asyhari, S.H., M.Kn.
dc.contributor.advisorDr. Saifudin, S.H., M.H.
dc.contributor.authorFIKA AMROINI, 14410629
dc.date.accessioned2019-03-11T06:36:20Z
dc.date.available2019-03-11T06:36:20Z
dc.date.issued2019-02-21
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/13929
dc.description.abstractSalah satu produk dari fungsi legislasi yang dimiliki oleh DPR untuk beberapa tahun belakang yaitu Undangn-undang MD3 (MPR, DPR, DPD, DPRD). UU MD3 adalah UU yang mengatur wewenang, tugas, hak dan kewajiban DPR, mengatur pemilihan pimpinan, mengatur tentang kode etik DPR dan mengatur kedudukan lembaga-lembaga perwakilan dalam menjalankan fungsinya sebagai badan representasi warga untuk mewujudkan cita-cita nasional, memajukan kesejateraan umum, mencerdaskan bangsa, melindungi warga negara. Beberapa pasal yang terdapat di UU No.2 Tahun 2018 tentang perubabahn UU No.17 Tahun 2014 tentang MD3 memuat sejumlah pasal yang kontroversial dan dinilai membuat DPR kian tak tersentuh dan dianggap dapat meberangkus kehidupan demokrasi. Salah satu pasal yaitu pasal 245 yang berbunyi Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan. Penelitian ini termasuk dalam penelitian hukum normatif. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdapat bahan hukum primer, bahan hukum skunder, dan bahan hukum tersier yang dikumpulkan melalui studi pustaka. Metode pendekatan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach). Analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah untuk mengetahui arah politik hukum pembentukan pasal 245 UU No.2 tahun 2018 dan implikasi Pasal 245 Undang-Undang MD3 terhadap Kewenangan Badan Kehormatan Dewan. Kesimpulan dari permasalahan analisis ini adalah pertama alasan munculnya pasal ini yaitu untuk menjaga marwah lembaga parlemen sebagai upaya penguatan sebagai penguatan lembaga dalam sistem ketatanegaraan, kedua, DPR ingin agar dalam menjalankan tugasnya supaya tidak terhambat. Implikasi yang muncul yaitu dapat menghambat proses hukum yang dilakukan oleh DPR apabila berindikasi melakukan suatu tindak pidana, MKD dapat menjadi tameng bagi anggota DPR yang terkena kasus untuk melindungi dirinya, terakhir yaitu kata frase “setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan’' bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 . Fokus penelitian ini, ada pada materi muatan Pasal 245 UU No.2 tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectPolitik hukumen_US
dc.subjectkewenangan Makamah Kehormatan Dewanen_US
dc.subjectpertimbanganen_US
dc.titlePOLITIK HUKUM PENGATURAN TENTANG KEWENANGAN BADAN KEHORMATAN DALAM MEMBERIKAN PERTIMBANGAN PERSETUJUAN TERTULIS TERHADAP PEMANGGILAN DPR DAN/ATAU ANGGOTA DPR (Studi Terhadap Pasal 245 UU NO.2 Tahun 2018 Tentang Perubahan UU NO.17 Tahun 2014 Tentang MPR,DPR,DPD,DPRD)en_US
dc.typeUndergraduate Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record