Show simple item record

dc.contributor.advisorDr. Drs. Muntoha S.H., M.Ag
dc.contributor.authorKOMARRUDIN, 09410225
dc.date.accessioned2018-11-22T04:52:56Z
dc.date.available2018-11-22T04:52:56Z
dc.date.issued2018-10-12
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/11685
dc.description.abstractSistem pemerintahan Presidensiil di Indonesia tidak sepenuhnya menempatkan Presiden pada posisi yang dominan dalam membuat kebijakan negara, karena terkadang kebijakan yang dibuat oleh Presiden di tentang oleh oposisi pemerintahan, yakni partai-partai politik yang berseberangan pemikiran dengan presiden maupun partai politik koalisi presiden. Tampaknya, Presiden menyadari sepenuhnya akan dampak buruk yang akan muncul sebagai konsekuensinya dipilihnya sistem pemerintahan presidensiil yang multi partai, yakni kemungkinan terjadinya kebuntuan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu presiden membutuhkan dukungan dari berbagai partai politik untuk bisa membuat koalisi untuk dapat memuluskan kebijakan-kebijakan yang akan di ajukannya kepada parlemen. Peran parpol di samping untuk membentuk struktur sistem pemerintahan yang dianut oleh suatu negara juga untuk membentuk sistem formasi dan kontelasi politik di parlemen. Keduanya dilakukan melalui mekanisme pemilihan umum (pemilu) yang mengandung asas dan prinsip-prinsip demokrasi secara universal. Oleh karena itu parpol mempunyai peranan yang sangat signifikan terhadap sejauh mana sistem presidensial dapat eksis dan dominan dalam menentukan kebijkan-kebijakan negara, karena dengan semakin banyak parpol yang ada di parlemen, maka akan menentukan seberapa besar dukungan yang bisa di dapatkan presiden untuk bisa menerapkan kebijakan-kebijkannya. Mengingat bahwa kepentingan politik di elit partai terkadang mempengaruhi keputusan para anggotanya diparlemen, kita ambil contoh koalisi yang dibentuk oleh pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika ia menjabat presiden pada jilid kedua, dimana ketika itu pemerintah membentuk koalisi besar yang mana salah satu anggota koalisi nya partai nya yaitu partai Golongan Karya (Golkar) dalam pengambilan keputusan terhadap pembentukan pansus century dimana koalisi dari partai pemerintah semua menolak gagasan pembentukan pansus century, tetapi partai Golkar malah mendukung gagasan pembentukan Pansus century. Dari hal ini dapat dilihat bahwa partai koalisi pemerintah tidak selalu sejalan dalam pembauatan kebijakan. Berangkat dari problematika diatas, maka muncullah beberapa pertanyaan yaitu: Bagaimanakah implementasi sistem presidensial di Indonesia saat ini? Bagaimana cara penguatan sistem presidensial dalam pemerintahan yang multi partai guna mewujudkan pemerintahan yang demokratis? Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat normatif-empiris, pendekatan yang dilakukan meliputi pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Data yang terkumpul kemudian dianlisa melalui analisa deskriptif kualitatif. Hasil analisis adalah bahwa sampai saat ini bahwa keseimbangan pemerintahan presidensiil saat ini sangat bergantung kepada koalisi, dimana apabila koalisi kuat maka stabilitas pemerintahan akan berjalan dengan baik, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu dibutuhkan penguatan kembali sistem presidensiil agar pemerintahan dapat berjalan dengan baik walaupun berjalan ditengah sistem partai yang majemuk.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectPenguatanen_US
dc.subjectSistemen_US
dc.subjectPresidensiilen_US
dc.subjectPartaien_US
dc.subjectMajemuken_US
dc.titlePENGUATAN SISTEM PRESIDENSIAL DALAM PEMERINTAHAN YANG MULTI PARTAI DI INDONEASIA GUNA MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG DEMOKRATISen_US
dc.typeUndergraduate Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record