Show simple item record

dc.contributor.authorPurwanto, Muhammad Roy
dc.date.accessioned2018-11-04T02:53:53Z
dc.date.available2018-11-04T02:53:53Z
dc.date.issued2018-09-27
dc.identifier.isbn978-602-450-321-5
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/11448
dc.description.abstractTulisan ini membahas akulturasi Kearifan Lokal, Hukum dan Sufisme dalam Pembentukan Martabat Tujuh Pengesahan Kesultanan Buton di Sulawesi Tenggara. Buton sebagai kerajaan berlangsung selama lebih dari dua abad (1327-1541) dan kemudian dilanjutkan dengan era kesultanan selama lebih dari empat abad (1541-1960). Selama era kesultanan, Buton berkenalan dengan naskah dan tradisi sastra. Buton di masa lalu adalah wilayah yang dipenuhi dengan kecerdasan intelektual dan hasrat eksplorasi spiritual. Ada ratusan manuskrip di Buton. Yang paling populer dari mereka, disebut oleh Martabat Tujuh. Ini adalah Konstitusi orang Buton yang mengatur aktivitas sosial, agama, adat dan pemerintahan. Hal ini sangat menarik karena Martabat Tujuh sebagai konstitusi kesultanan merupakan hasil interelasi dan akulturasi Kearifan Lokal, Hukum dan Sufisme. Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah metode deskriptif, yang menggambarkan suatu peristiwa atau sistem pemikiran untuk menggambarkan fenomena yang ada, baik yang terjadi di masa lalu maupun pada masa sekarang. Dalam hal ini yang dijelaskan adalah fakta atau keadaan Buton, proses akulturasi, dan Martabat Tujuh. Makalah ini menjelaskan korelasi antara Kearifan Lokal, Hukum dan Sufisme dalam Pembentukan Martabat Tujuh sebagai Pengesahan Butonen_US
dc.language.isootheren_US
dc.subjectMartabat Tujuh, Buton, Akulturasi, Kearifan Lokal, Hukum dan Sufisme.en_US
dc.titleAKULTURASI ANTARA BUDAYA LOKAL, FIQH DAN TASAWUF DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG MARTABAT TUJUH KESULTANAN BUTONen_US
dc.typeBooken_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record