Show simple item record

dc.contributor.advisorEko Riyadi, S.H., M.H.,
dc.contributor.authorSAHID HADI, 14410343
dc.date.accessioned2018-10-26T07:17:07Z
dc.date.available2018-10-26T07:17:07Z
dc.date.issued2018-10-24
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/11403
dc.description.abstractOrkestra korporasi di tengah kehidupan masyarakat dewasa ini semakin mempertontonkan kontribusi yang dapat memengaruhi perkembangan pemikiran tentang hak asasi manusia, khususnya yang berkaitan dengan diskursus bisnis dan hak asasi manusia. Di Indonesia, strategi pembangunan yang berbasis pada korporatisasi, yang telah diterapkan sejak 2016 hingga saat ini, telah nyata memberi kontribusi positif terhadap angka pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Efektivitas strategi tersebut direfleksikan melalui data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik, yang pada pokoknya mengklaim bahwa angka pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada tahun 2017 merupakan perolehan tertinggi sejak 2015. Tetapi, kebijakan dan akivitas operasional korporasi justru sering dipandang sebagai malapetaka sosial yang mengakibatkan terkoyaknya hak asasi manusia, khususnya hak atas lingkungan hidup. Dalam skala internasional, pelanggaran korporasi terhadap hak atas lingkungan hidup tercermin dari kasus Royal Dutch Shell, di Nigeria. Dan dalam skala nasional, pelanggaran korporasi terhadap hak atas lingkungan hidup tercermin dari data Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia pada 2015 yang menemukan masih terdapat 550 korporasi di Indonesia secara sengaja dan/atau tidak sengaja mencemari dan merusak lingkungan hidup. Bahkan, hingga 2017, masih terdapat banyak pelanggaran hak atas lingkungan hidup dilakukan oleh korporasi, misalnya kasus PT. Makin di Kabupaten Tebo. Ironinya, besaran angka yang muncul sebagai data kuantitatif pelanggaran korporasi terhadap hak atas lingkungan hidup tidak berbanding lurus dengan pemulihan yang diperoleh individu atau masyarakat yang menderita kerugian akibat pelanggaran korporasi terhadap hak atas lingkungan hidup. Rumusan dalam penelitian ini adalah bagaimana konstruksi teoretis tanggung jawab korporasi terhadap pelanggaran hak atas lingkungan hidup dalam kerangka hukum bisnis dan hak asasi manusia. Secara metodologis, penelitian ini merupakan penelitian normatif/doktrinal dengan pendekatan konseptual-yuridis. Sebagai kesimpulan, konstruksi teoretis tanggung jawab korporasi terhadap pelanggaran hak atas lingkungan hidup penulis konstruksikan secara teoretis dengan pertama-tama menghilangkan sekat antara hukum publik dan hukum privat agar hukum hak asasi manusia dapat menjangkau domain hukum privat dan hukum privat tidak lagi kebal dari pengaruh hukum hak asasi manusia. Secara teori, konstruksi awal ini didukung oleh the theory of indirect horizontal effect, the theory of state duty to protect constitutional rights, dan the theory of direct horizontal effects. Sedangkan secara praktis, konstruksi awal ini didukung oleh praktik-praktik di German melalui The Luth Case dan Handelsvertreter. Selanjutnya, setelah membangun dalil yang menghilangkan sekat antara hukum publik dan hukum privat, penulis menawarkan untuk mengintegrasikan tanggung jawab pidana (publik) dengan tanggung jawab perdata (privat) korporasi berdasarkan prinsip panduan PBB untuk hukum bisnis dan hak asasi manusia agar dalam mekanisme pertanggungjawabannya, tanggung jawab korporasi terhadap pelanggaran hak atas lingkungan hidup dapat diselenggarakan dalam satu makanisme peradilan.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectPelanggaran Hak Asasi Manusiaen_US
dc.subjectTanggung Jawaben_US
dc.subjectKorporasien_US
dc.titleKONSTRUKSI TEORETIS TANGGUNG JAWAB KORPORASI TERHADAP PELANGGARAN HAK ATAS LINGKUNGAN HIDUP DALAM KERANGKA HUKUM BISNIS DAN HAK ASAS MANUSIAen_US
dc.typeUndergraduate Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record