Show simple item record

dc.contributor.authorFaturahman, Faluthi, 12410154
dc.date.accessioned2018-05-16T16:39:54Z
dc.date.available2018-05-16T16:39:54Z
dc.date.issued2017-04-19
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/7386
dc.description.abstractPapua sudah menjadi bagian dari NKRI sejak tahun 1963, sesudah New York Agreement 1962. Sebuah kesepakatan antara Indonesia dengan PBB saat itu mengenai status wilayah Papua Barat. Semenjak proklamasi kemerdekaan Indonesia, presiden Soekarno saat itu dengan menggumamkan “dari Sabang sampai Marauke”. Pemerintah Indonesia berpendapat wilayah Indonesia adalah seluruh wilayah jajahan colonial Hindia Belanda, dari Sumatra hingga Papua Barat. Setelah Perang Dunia II selesai, PBB memasukan hak menentukan nasib sendiri (Self-Determination Rights) dalam Piagam PBB. Self-determination rights sendiri sudah pernah dicetuskan sebelumnya, karena banyak pendapat bahwa hak tersebut terlalu bias maknanya, hingga saat prinsip tersebut belum disepakati maknanya. Namun, prinsip ini di tuliskan dalam Piagam PBB ditunjukan untuk mengahapuskan penindasan dan sistem kolonial dan penjajahan di muka bumi. Papua Barat yang mempunyai ras dan kebudayaan dari sebagian besar wilayah di Indonesia merasakan perlakuan yang tidak sama. Permasalahan wilayah, tidak terpenuhinya hak-hak dasar, terabaikannya hak masyarakat adat, tindakan represif oleh aparat keamanan pemerintah dan beberapa masalah lainnya membuat beberapa anggota masyarakat Papua asli, dalam hal ini bangsa ras Melanesia, menuntut untuk memisahkan diri. Tuntutan ini memuncak pada saat presiden Soeharto turun dari kursi presiden. Presiden Habibie yang pada saat itu melepascan wilayah Timor Timur, memberikan pilihan ‘otonomi luas’. Pada masa pemerintahan Presiden Megawati, Papua diberikan status otonomi khusus kepada wilayah Papua. Papua diberikan kebebasan dalam mengelola administrasi wilayahnya dan juga budayanya. Namun hingga tahun 2016 lalu, terdapat penangkapan mahasiswa Papua di Yogyakarta. Penangkapan tersebut terjadi ketika pengepungan asrama Papua. Pengepungan oleh banyak pasukan polisi bersenjata lengkap tersebut dilakukan lantaran polisi sebelumnya tidak mengabulkan izin aksi dari mahasiswa Papua. Aksi yang akan mahasiswa Papua tersebut mengangkat tema “Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis Bagi Bangsa Papua”. Hak Menentukan Nasib sendiri pasca masa dekolonialisasi berarti adalah pemisahan diri yang akan membentuk sebuah negara baru yang merdeka dan benar-benar berbeda dari negara sebelumnya. Prinsip ini tidak mudah untuk dilaksanakan, perlu dibuktikan seperti halnya kemerdekaan Timor Timur. Perlu juga komunikasi yang baik antara pemerintah Indonesia dengan masyarakat Papua secara baik. Karena pemisahan wilayah merupakan suatu jalan terakhir.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectPapuaen_US
dc.subjectSelf-Determination Rightsen_US
dc.subjectPelanggaran HAMen_US
dc.subjectPemisahan Negaraen_US
dc.titleSelf-determination Right Papua Pasca Otonomi Khusus dalam Perspektif Hukum Internasionalen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record