Show simple item record

dc.contributor.authorPurwanto, Muhammad Roy
dc.date.accessioned2018-01-13T07:24:52Z
dc.date.available2018-01-13T07:24:52Z
dc.date.issued2017-10
dc.identifier.issn0852-7504
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/5177
dc.description.abstractTulisan ini bertujuan membahas tentang Undang-Undang Martabat Tujuh Buton dan sistem pemerintahannya. Pada awal berdirinya Kerajaan Buton sampai pada Sultan yang ke-3, sistem pemerintahan terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok penguasa dan kelompok rakyat yang diperintah. Penguasa terdiri dari bapak yaitu terdiri dari delapan limbo kemudian menjadi sembilan limbo dan Raja sebagai pelaksana pemerintahaan sehari-hari yang disebut dengan anak. Sistem pemerintahan seperti ini di Kerajaan Buton disebut dengan Adatu Azali. Pada masa Kesultanan I Buton yang diperintah oleh Murhum, adalah awal dicanangkannya Islamisasi struktur birokrasi Kesultanan Buton. Ia berupaya menempatkan agama (Islam) sebagai nilai yang harus diutamakan dalam kehidupan maupun politik. Selanjutnya, pada masa Sultan Dayanu Iksanuddin (Sultan IV) struktur pemerintahan kesultanan Buton mulai disempurnakan. Berdasarkan permusyawaratannya dengan Sara disusunlah Undang-Undang Negara Kesultanan Buton yand disebut dengan Undang-Undang Murtabat Tujuh yang secara garis besar berisi struktur pemerintahan Kesultanan Buton, pembagian kekuasaan antara Walaka dan Kaumu (Lalaki), Pangka-pangka, dan pembagian wilayah Kesultanan menjadi Pitupuluh Rua Kadie dan Pata Barata.en_US
dc.publisherDPPAI UIIen_US
dc.relation.ispartofseriesVolume V, Nomor 2 Oktober 2017;
dc.subjectUndang-Undang, Martabat Tujuh, Pemerintahan dan Buton.en_US
dc.titleSISTEM PEMERINTAHAN ISLAM DAN UNDANG-UNDANG KESULTANAN BUTON DI SULAWESI TENGGARAen_US
dc.typeArticleen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record