dc.description.abstract | Pejabat umum yang yang memiliki kewenangan untuk membuat akta
autentik adalah Notaris dan PPAT. Dalam Peraturan Jabatan Notaris dan PPAT,
diatur mengenai kebolehan Notaris dan PPAT untuk merangkap jabatan, namun
dengan syarat wajib memiliki tempat kedudukan yang sama. Sejalan dengan hal
tersebut, kerap dijumpai berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh PPAT yang
merangkap jabatan sebagai Notaris juga memiliki tempat kedudukan yang berbeda
dengan kantor Notarisnya, begitu juga sebaliknya. Penelitian ini mengkaji lebih
lanjut mengenai keabsahan jabatan pejabat pembuat akta tanah yang tempat
kedudukanya berbeda dengan tempat kedudukanya sebagai notaris, serta keabsahan
dan akibat hukum akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah yang tempat
kedudukanya berbeda dengan tempat kedudukanya sebagai notaris. Metode
penelitian yang digunakan yaitu analisa data secara kualitatif dengan cara
mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan
menurut kualitas dan kebenarannya. Data selanjutnya disusun secara sistematis
untuk dikaji dengan metode berfikir secara deduktif dihubungkan dengan teori-teori
dari studi kepustakaan. Teknik pengumpulan data primer berasal dari lapangan
(field search) menggunakan teknik wawancara, sedangkan teknik pengumpulan
data sekunder menggunakan teknik kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian oleh
penulis, dapat disimpulkan terkait dengan keabsahan jabatan pejabat pembuat akta
tanah yang tempat kedudukanya berbeda dengan tempat kedudukanya sebagai
notaris tersebut, jabatan PPAT tersebut adalah tidak sah, dikarenakan terdapat fakta
bahwa PPAT tersebut telah jelas melanggar larangan jabatan, peraturan negara dan
sekaligus kode etik dari Notaris maupun PPAT yang dilakukan secara sadar dalam
kurun waktu lebih dari tiga tahun, oleh karena itu berdasarkan peraturan jabatan
PPAT tersebut dapat dikenakan sanksi pemberhentian sementara oleh Menteri
Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional. Terhadap akta PPAT
apabila terbukti melanggar peraturan perundang-undangan, larangan jabatan dan
kode etik tersebut dan tidak terpenuhinya syarat objektif dalam proses
pembuatanya, maka akta tersebut akan menurun kekuatan pembuktiannya dan
dapat bersetatus batal demi hukum. | en_US |