Pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Mediasi Di Pengadilan Secara Elektronik Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Di Pengadilan Agama Sarolangun Provinsi Jambi)
Abstract
Mediasi elektronik adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh
mediator yang dilakukan dengan dukungan teknologi informasi. Mahkamah
Agung dalam mewujudkan Peradilan Agung Yang modern, memasuki era new
normal setalah pandemi covid 19 berakhir telah menerbitkan Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 3 tahun 2022 tentang mediasi elektronik dimana
pelaksanaan asas sederhana, cepat, dan biaya ringan yang harus dilaksanakan oleh
setiap badan peradilan, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana
efektivitas Pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2022 di
Pengadilan Agama Sarolangun Provinsi Jambi. Dalam penelitian penulis
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan participatory
action research. Lokasi penelitian adalah di Pengadilan Agama yang telah
melaksanakan mediasi elektronik yaitu di Pengadilan Agama Sarolangun
Provinsi Jambi dengan informan utama dalam penelitian ini adalah hakim
mediator, informan pendukung para pihak, pengacara, panitera, Kepala Sub
Bagian Perencanaan Teknologi Informasi (PTIP). Teknik penentuan informan
dalam penelitian ini adalah purfosive sampling, metode yang digunakan adalah
observasi, wawancara dan dokumentasi. Dalam menentukan keabsahan data
dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi melalui proses analisis data,
mereduksi data, display data, penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa pelaksanaan mediasi elektronik di Pengadilan Agama
Sarolangun Provinsi Jambi telah sesuai dengan ketentuan PERMA nomor 3 tahun
2022 pasal 5 bahwa mediasi elektronik dilaksanakan setelah para pihak
memberikan persetujuan. Pelaksanaan mediasi elektronik di Pengadilan Agama
Sarolangun Provinsi Jambi belum sepenuhnya efektif terbukti dengan rendahnya
pelaksanaan mediasi elektronik sebesar 5,7 % dengan tingkat keberhasilan 0%.
hal ini disebabkan karena mediasi elektronik sebagai alternatif, budaya hukum
(legal culture), lemahnya kesadaran masyarakat/para pihak untuk melaksanakan
mediasi elektronik. Meskipun mediasi elektronik belum sepenuhnya efektif akan
tetapi pelaksanaan mediasi elektronik telah memberikan maslahah melalui prinsip
efektif dan telah memenuhi unsur keadilan dengan berlaku adil dan seimbang.