Nebis In Idem dalam Perkara Gugatan Hadhanah (Tinjauan Maqashid Syariah dalam Putusan Acta Van Dading dan Hadhanah di Pengadilan Agama Tanjung Balai Karimun)
Abstract
Hadhanah adalah suatu kegiatan pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua untuk
memenuhi kebutuhan anak secara material maupun immaterial, melindungi dan
mengawasi anak dari kemungkinan hal-hal yang membahayakan anak, serta
menjamin kehidupan anak yang layak sampai anak tersebut dewasa. Idealnya setiap
anak harus diasuh dan dipelihara oleh kedua orang tuanya. Dalam hal kedua orang
tua bercerai dan kemudian terjadi sengketa tentang siapa yang akan menjadi
pengasuh anak, maka sengketa tersebut dapat diajukan melalui gugatan di
pengadilan. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana
pengaturan hukum hadhanah di Indonesia dan bagaimana maqashid syariah
diterapkan dalam pengambilan putusan oleh hakim. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif dengan kajian hukum normatif. Sifat penelitian ini deskriptif
analisis dengan menganalisa Putusan Acta Van Dading Nomor
116/Pdt.G/2023/PA.Tbk dan Putusan Hadhanah Nomor 277/Pdt.G/2023/PA.Tbk.
Dari hasil penelitian ditemukan suatu kaidah hukum bahwa dalam mengadili
sengketa hadhanah meskipun gugatan tersebut diajukan untuk kedua kalinya, maka
tidak berlaku atasnya asas nebis in idem, hal ini berpedoman pada Yurisprudensi
Mahkamah Agung Nomor 110 K/AG/I992. Selain itu dalam mengadili suatu
perkara, seorang hakim dituntut dapat menggali seluruh indikator-indikator yang
berhubungan dengan perkara yang diputus, tidak hanya berdasarkan Undang-
Undang saja, melainkan juga hukum agama yang di dalamnya terkandung nilai-
nilai maqashid syariah