dc.description.abstract | Kota Yogyakarta memiliki agenda untuk menjadikan daerahnya sebagai kota kreatif yang kemudian ditegaskan
pada Keputusan Walikota no. 407 tahun 2021. Dalam rangka mewujudkan misi tersebut Pemerintah Kota
Yogyakarta berencana membangun pusat pengembangan budaya dan ekonomi kreatif. Kota Yogyakarta sendiri
memiliki potensi besar dalam bidang kebudayaan dan ekonomi kreatif yang ditunjukan dari banyaknya event dan
pelaku kreatif, budaya berupa mahasiswa/pelajar maupun seniman. Pusat budaya dan ekonomi kreatif ini memiliki
tantangan untuk dapat mewadahi kegiatan pengembangan empat sub-sektor EKRAF yang menjadi prioritas dan
berlanggam kolonialisme karena berada pada kawasan cagar budaya sesuai dengan arahan kebijakan di daerah
ini. Rancangan ini berupaya menjadi sintesis yang berkaca pada beberapa permasalahan pusat kreatif di Indonesia
yang telah berdiri sebelumnya yang berkaitan dengan biaya operasional yang tinggi.
Secara garis besar, yang menjadi permasalahan dalam rancangan ini terbagi menjadi dua aspek, yaitu berkaitan
dengan fungsionalitas: kegiatan EKRAF yang beragam dengan karakteristik yang berbeda, dan aspek tampilan
dan kinerja: berkaitan dengan langgam kolonialisme dan biaya operasional bangunan. Pendekatan arsitektur
adaptif yang merupakan konsep yang mengupayakan desain responsif terhadap kemungkinan beragam keadaan
dimasa kini dan masa yang akan datang dipilih sebagai solusi rancangan. Pada aspek fungsionalitas, arsitektur
adaptif menstrategikan rancangan yang terintegrasi dan dinamis antara empat sub sektor EKRAF yang berbeda.
Pada aspek kinerja dan tampilan, arsitektur adaptif menstrategikan aplikasi sistem-sistem khusus untuk
menciptakan desain dengan langgam kolonialisme yang memiliki sistem kinerja yang berorientasi pada penurunan
biaya operasional.
Perancangan ini diharapkan dapat menjadi wadah bagi kegiatan kebudayaan dan ekonomi kreatif di Kota
Yogyakarta dan dapat menjadi desain yang menjawab kebutuhan dan harapan dari rencana pemerintah Kota
Yogyakarta. | en_US |